KAPITALISME DAN ISLAM

 

PENDAHULUAN

Tidak bisa dipungkiri bahwa sistem ekonomi dunia sekarang dikuasai oleh sistem ekonomi konvensional terutama sistem ekonomi kapitalisme. Tetapi di tengah keadaan krisis ekonomi seperti ini yang melanda hampir seluruh dunia dan sebagian besar dipengaruhi oleh wabah covid 19, masyarakat Indonesia terutama masyarakat muslim seperti mencari alternatif sistem ekonomi yang lainnya tak terkecuali sistem ekonomi islam. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ini bagi pemeluknya adalah agama yang paripurna yang mengatur keseluruhan aspek hidup tak terkecuali aspek ekonomi. Ada beberapa pemikiran yang terkait dengan sistem ekonomi dengan menggunakan paradigma islam ini. Saya awali dari pemikiran yang disebut sebagai Mazhab Bagir Al Sadr yang memandang bahwa ilmu ekonomi (economics) tidak pernah bisa sejalan dengan islam dikarenakan keduanya berasal dari filosofi yang kontradiktif. Kemudian ada mazhab mainstream yang berpandangan seperti sistem ekonomi konvensional bahwa kelangkaan sumber daya menjadi penyebab munculnya masalah ekonomi.

 

LATAR BELAKANG DAN SISTEM KAPITALISME

Sistem ekonomi kapitalis adalah sebuah sistem ekonomi yang dicirikan dengan adanya hak milik privat atas alat-alat produksi dan distribusi serta pemanfaatannya untuk mencapai laba dalam kondisi yang sangat kompetitif. Kapitalisme ini merupakan hasil dari pemikiran Adam Smith yang merupakan tokoh mazhab klasik di mana para ahli ekonomi dunia menilai bahwa pemikiran mazhab klasik merupakan dasar sistem ekonomi kapitalis. Secara umum sistem ekonomi ini dapat ditandai dengan berkuasanya kapital itu sendiri. Motif dan prinsipnya adalah berbicara tentang perolehan, persaingan, dan rasionalitas. Dengan gambaran umum seperti itu, keegoisan dan individualisme seperti menjadi syarat utama untuk menjalankan sistem ekonomi ini. Adapun ciri-ciri yang melekat dengan sistem ekonomi ini adalah:

  1. Tidak memiliki rencana ekonomi yang tersentralisasi sehingga mengakibatkan individu bebas melakukan tindakan ekonomi demi pemenuhan dan akumulasi kapital. Konsekuensi dari ini semua tentu bahwa harga suatu produk tidak lagi ditentukan oleh pemerintah melainkan oleh hukum pasar;
  2. Berkuasanya konsumen dalam pemenuhan sirkulasi barang. Dalam keadaan kelangkaan barang, tentu keadaan dimana konsumen yang memiliki daya untuk melakukan pembelian besar-besaran tidak akan dapat dihentikan karena spirit dari kapitalisme yang diterjemahkan oleh penjual tentu keuntungan sebesar-besarnya. Tidak ada kekuasaan negara untuk melakukan pengontrolan sirkulasi barang sehingga potensi kelangkaan akan sangat besar;
  3. Kekebasan berinvestasi akan semua sumber daya. Ini yang menjadi sangat kontradiktif di negara kita ketika sistem kapitalsime berjalan. Kekayaan sumber daya alam yang selama ini dikuasai oleh negara untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat akan dikontrol oleh para pemodal. BBM akan mengikuti harga pasar yang tentu berimbas pada semua sektor ekonomi. Belum lagi sumber daya lainnya yang akan sangat tidak menguntungkan jika dikuasai oleh pihak kapitalis;
  4. Persaingan dan monopoli sudah dapat kita lihat dengan menjamurnya mini market hingga ke lorong lorong kompleks perumahan. Di satu sisi tentu akan menambah pilihan produk dari para konsumen. Tetapi di sisi lain akan mematikan sektor ekonomi UMKM yang banyak bertumpu pada perdangan kecil dan eceran.

 

KRITIKAN KEPADA KAPITALISME

Paling tidak ada 4 kritikan keras terhadap kapitalisme, diantaranya:

  1. Distribusi kekayaan dan pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat. Spirit persaingan dalam benak para kapitalis akan mengakibatkan yang kaya akan semakin kaya dan si miskin akan semakin miskin;
  2. Keuntungan dalam berusaha tidak selalu berbanding lurus dengan produktivitas. Pemodal akan mendapatkan lebih banyak keuntungan. Ia bisa membeli mobil, bisa membeli rumah, bisa mengembangkan usaha. Sementara si karyawan apalagi dalam strata rendah hanya cukup untuk biaya makan dan minum saja;
  3. Kapitalisme identik dengan imprealisme. Jika zaman dahulu imprelaisme yang menggandeng kapitalisme berbaju penjajahan secara terbuka, maka sekarang imprealisme itu melakukan penjajahan dengan propaganda kebohongan. Kita mungkin masih ingat bagaimana negara kapitalis seperti Amerika Serikat (AS) menyerang Irak dengan menggunakan propaganda bohong senjata pemusnah massal. Masih ingat Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dengan anggotanya yang sebagian besar adalah negara kapitalis Eropa melakukan penghancuran Libya dengan alasan ingin menegakkan demokrasi di negara Afrika Utara itu dan hasilnya adalah kehancuran Libya hingga sekarang;
  4. Kapitalisme tidak selalu mempertahankan kesempatan kerja yang tinggi. Dalam artian terjadinya pengangguran secara besar-besaran yang merupakan penyakit sosial paling berbahaya yang dihadapi oleh sistem ekonomi. Menurut pengamatan Laski, seorang ilmuwan politik Inggris terkenal berujar bahwa Sistem produksi kapitalisme dewasa ini dikecam dari hampir setiap sudut analisis. Sistem ini telah membuat sebagian dari masyarakat menjadi benalu atas lainnya, dan ia merebut sebagian besar kesempatan untuk hidup orang lain dalam kacamata manusiawi.

 

KAPITALISME BERBAJU AGAMA

Mari kita bedah bagaimana kapitalisme sejak era kegelapan Eropa hingga fundamentalis agama masih terus terwarisi. Saya akan memberikan beberapa contoh di era sekarang bagaimana sakralitas agama mengalami gradasi karena diinfiltrasi oleh kapitalisme dengan kedok simbol agama.

  1. Sistem pelabelan halal merupakan tindakan nyata bagaimana agama telah menjadi alat kapitalisme. Mengapa sebuah produk harus diberikan label halal padahal dalam kaidah umum semua makanan halal selama tidak ada penjelasan keharaman. Labelisasi semakin menancapkan kapitalisnya ketika hal ini memiliki biaya. Sebegitu rendahnya agama sehingga halal tidaknya sesuatu masuk dalam instrumen biaya yang kelak mempengaruhi laporan laba rugi. Dan yang paling menyedihkan bahwa labelisasi halal ini tidak saja menyasar makanan dan minuman, tetapi sudah masuk di barang jenis lainnya. Kulkas harus memakai label halal, sabun harus memakai label halal, hingga cat harus memakai label halal. Sejak kapan kulkas ada yang dimakan, sejak kapan pula ada cat yang diminum. Jika yang ditakutkan adalah komponen dalam pembuatan kulkas misalnya ada air liur anjing, maka itu bukan urusan halal haram lagi. Tetapi itu adalah urusan najis atau tidak yang cukup dibasuh air sesuai dengan kaidah fikih yang tidak membutuhkan label halal dari ormas tertentu;
  2. Ceramah agama yang rutin dilakukan di kementerian atauapun BUMN yang tidak memiliki korelasi. Misalnya ceramah agama di salah satu BUMN penyedia layanan telepon dan internet, hal ini sama saja dengan buang buang anggaran. Coba dipikir, adakah korelasi misalnya kecepatan internet dengan obrolan tentang surga dan neraka. Ataukah ada urusan panjangnya ceramah keagamaan dengan perbaikan kabel telepon. Tidak ada korelasi yang jelas antara ceramah agama dengan fungsi dari BUMN tersebut. Itu belum lagi jika yang diundang adalah penceramah radikal. Yang semua amalan dari pahak lain dianggap sesat dan bidah. Bukankah pelabelan sesat adalah awal dari radikalisme. Dan itu juga belum termasuk sebenarnya kewajiban penceramah yang harusnya melakukan kewajiban membayar pajak dalam bentuk PPh 21. Adakah penceramah yang berkoar koar di BUMN itu melakukan kewajiban pajaknya ini. Ataukah ia hanya pintar menasehati orang lain tetapi tidak memiliki jiwa nasionalisme dalam bentuk pembayaran pajak;
  3. Menggunakan alasan agama untuk menjual produk dagangannya. Inilah bukti bahwa menggunakan simbol sebagai ajaran agama islam sangat rentan untuk disalahgunakan. Masih ingat ketika sebagian masyarakat muslim di tanah air melakukan boikot produk Prancis atas kasus karikatur Majalah Charlie Hebdo, tidak ketinggalan seorang penceramah yang berprofesi juga sebagai artis menawarkan produknya sebagai pengganti produk Prancis tersebut. Belum lagi beberapa artis yang terkena sindrom hijrah menawarkan produk mereka di media sosial dengan menggunakan pendekatan agama. Entah itu kopiah, entah itu celana tergantung, cadar, dan busana muslim lainnya yang dilekatkan dengan tameng agama. Bahwa baju yang benar adalah baju buatan artis mendadak hijrah ini. Bahwa celana yang baik adalah celana yang diproduksi oleh penceramah ini. Bahwa kurma yang selalu dikonsumsi Nabi Muhammad SAW adalah kurma yang dipasarkan oleh penceramah ini;
  4. Komersialisasi agama juga bisa kita lihat dari contoh bagaimana penceramah memasang tarif mahal ketika akan melakukan ceramahnya. Masih ingat bagaimana kasus beberapa TKI di Hongkong yang mengundang penceramah dari tanah air yang batal karena masalah honor. Belum lagi kultus berlebih tokoh tertentu dengan alasan agama yang rela mengeluarkan uang banyak demi sang tokoh idola tersebut;
  5. Kapitalisasi agama juga tercermin dari kasus umrah yang gagal berangkat. Dengan menggunakan tameng agama beruapa umrah ke tanah suci, pemilik travel melakukan pembodohan. Dan ini juga sebagian besar dipengaruhi oleh sikap hedon masyarakat kita yang lebih memilih menghabiskan uangnya untuk umrah berkali-kali sedangkan masih ada tetangga, atau saudaranya, atau masyarakat di sekitarnya yang kelaparan dan tinggal di pinggir pinggir jalan. Bukankah agama mengajarkan kita untuk berbelas kasih kepada sesama umat manusia.

 

SISTEM EKONOMI ISLAM

MAZHAB BAQIR AL SADR

 

Seperti yang kita ketahui, islam adalah agama yang paripurna. Agama islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan. Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Mulai dari makan hingga mengeluarkan sisa sisa makanan. Dan tidak ketinggalan juga bagaimana islam mengatur sistem ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat. Sistem yang dibangun oleh islam adalah sistem yang menghargai hak individu tetapi di sisi lain tidak menafikan adanya masyarakat. Sistem islam adalah sistem yang tidak melakukan kezaliman baik kepada masyarakat kecil sebagai kaum mustadhafin maupun kepada individu yang memiliki harta lebih. Sistem islam mencoba untuk mengatur kepemilikan pribadi agar tidak terjadi eksploitasi besar besaran dan di sisi lain islam juga tidak menghilangkan hak individu atas barang produksi tertentu. Islam meletakkan itu semua di tengah dengan konsep yang adil dan sejahterah.

 

Sistem islam yang pertama adalah Mazhab Baqir Al Sadr. Mazhab ini dipelopori oleh Baqir Al Sadr dengan bukunya yang fenomenal “Iqtishaduna” atau yang berarti ekonomi kita. Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi (economics) tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi bagi mazhab ini tetaplah ekonomi, dan Islam tetap Islam. Keduanya akan sulit disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. Yang satu anti Islam, dan yang lainnya Islam. Menurut mazhab ini dalam mempelajari ilmu ekonomi harus diperhatikan dari dua aspek, yaitu aspek filsafat ekonomi atau normatif ekonomi dan aspek positif ekonomi. Adapun contoh dari aspek positif ekonomi adalah ketika mempelajari teori permintaan dan konsumsi yang secara umum dapat diterima oleh siapa pun tanpa dipengaruhi oleh pemikiran maupun ideologi. Singkatnya teori ini berbicara bahwa bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suatu barang adalah tingkat pendapatan, tingkat harga, selera, dan factor-faktor non ekonomi lainnya. Berdasarkan hukum permintaan (law of demand) bahwa ada korelasi yang negatif antara besarnya tingkat harga barang dengan jumlah barang yang diminta dengan asumsi cateris paribus. Fakta ini terjadi pada konteks ekonomi dimana pun dan oleh siapa pun tanpa melihat latar belakang sosial, budaya, agama, politik, dan sebagainya.

 

Sedangkan dari aspek filsafat ekonomi yang berasal hasil pemikiran manusia, maka akan dijumpai bahwa tiap kelompok manusia memiliki cara pandang dan kebiasaan yang tidak sama dan kelak mempengaruhi ideologi seseorang. Misalnya makan sambil berdiri dan menggunakan tangan kiri merupakan hal yang biasa di masyarakat Eropa, namun akan dimaknai berbeda ketika sudah berada di indonesia. Dalam pandangan Islam sesuatu diaggap pantas ketika hal itu dibolehkan dan dianjurkan dalam Islam dan begitupun sebaliknya. Ada dikotomi secara terminologis antara pengertian ekonomi dalam perspektif ekonomi konvensional dengan pengertian ekonomi dalam perspektif hukum Islam sehingga perlu dirumuskan ekonomi Islam dalam sudut pandang islam. Secara umum Ilmu ekonomi menyatakan bahwa masalah ekonomi timbul karena adanya masalah kelangkaan sumber daya ekonomi (scarcity) ketika dibandingkan dengan kebutuhan manusia yang sifatnya tidak terbatas. Dalam hal ini Madzhab Baqir Al Sadr menjadi antitesa dari pengertian tersebut dikarenakan dalam Islam telah menegaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan makhluk di dunia ini termasuk manusia dalam kecukupan sumber daya ekonomi sebagaimana ditegaskan melalui firman Allah SWT dalam Surah Al-Furqan (25) ayat 2:

 

"KepunyaanNyalah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya."

 

Seperti juga dalam Al-Qur'an surat Al-Qamar (54) ayat 49:

"Sungguh telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya."

 

Pemikiran islam secara mudah dipahami bahwa sebenarnya keinginan manusia itu terbatas. Contoh ketika manusia akan berhenti minum jika dahaganya sudah terpuaskan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa keinginan yang tidak terbatas itu tidaklah bisa dijadikan patokan sebab pada relaitasnya keinginan manusia itu terbatas. Mazhab Baqir berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul dikarenakan adanya sistem distribusi yang tidak merata serta tidak adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi besar-besaran oleh pihak pemilik modal terhadap para kaum miskin. Yang kuat memiliki akses yang luas terhadap sumber daya sehingga menjadikan mereka sejahterah bahkan kesannya berlebihan, sementara yang lemah sangat sulit bahkan tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas. Sehingga menurut mazhab ini, istilah ekonomi Islami adalah istilah yang bukan hanya tidak sesuai dan salah, tetapi juga sangat menyesatkan dan kontradiktif sehingga penggunaan istilah ekonomi Islami harusnya dihentikan. Sebagai tawaran, diperkelkanlah istilah baru yang berasal dari filosofi Islam, yakni Iqtishad.

 

Mazhab mainstream

Madzhab mainstream memiliki pandangan yang berbeda dengan madzhab Baqir. Madzhab ini sepakat dengan pandangan umum sistem ekonomi konvensional bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas dan dihadapkan pada keinginan manusia yang juga tidak terbatas. Jika kita berbicara pada tempat dan waktu tertentu, bisa saja terjadi kelangkaan sumber daya dan bahkan ini beberapa kali terjadi. Seperti contohnya suplai beras di negara Afrika dan Bangladesh, misalnya. Jika dibandingkan dengan negara di Asia Tenggara tentu lebih langka.

 

Jika mazhab mainstream menjadikan kelangkaan sumber daya sebagai pertimbangan ekonomi dan keinginan manusia yang terbatas, maka yang menjadi pertanyaan apakah mazhab ini sama saja dengan sistem ekonomi konvensional. Sebenarnya perbedaan diantara kedua sistem ekomomini ini terletak pada cara kerja menyelesaikan masalah tersebut. Dilema sumber daya yang terbatas versus keinginan yang tak terbatas tentu mengharuskan manusia untuk melakukan kegiatan dalam memenuhi keinginannya tersebut. Atas dasar itu manusia membuat skala prioritas untuk pemenuhan keinginan, dari yang paling penting dan mendesak hingga keinginan yang sama sekali tidak penting dan mendesak. Nah disinilah letak perbedaannya bahwa dalam ekonomi konvensional, pilihan dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan selera dan kepentingan pribadi walaupun harus memperturutkan hawa nafsu. Sedangkan dalam ekonomi Islam, keputusan pilihan ini tidak dapat dilakukan berdasar nafsu saja tetapi harus berdasarkan tinjauan islam.

 

Solusi sistem ekonomi dalam konteks keindonesiaan

Dalam melihat persoalan-persoalan di atas, ada hal yang paling fundamental dalam Islam perihal kegiatan ekonomi itu sendiri. Yang pertama adalah tentang kepemilikan dengan berbagai jenis yang sebenarnya terdapat pada nilai ketauhidan dan nilai keadilan islam. Terjemahan dari prinsip nilai ketauhidan adalah langit dan bumi dan seisinya merupakan kepunayaan dari Allah SWT, sedangkan manusia diberikan amanah untuk mengelolanya. Jadi manusia dianggap sebagai pemilik sekunder, sehingga dengan demikian dalam ekonomi Islam kepemilikan pribadi atau swasta diakui. Namun untuk menjamin keadilan itu sendiri dan supaya tidak terjadi kezaliman, eksploitasi si kaya terhadap si miskin, maka cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dengan demikian maka kepemilikan negara dan juga nasionalisasi mendapat tempat dalam Islam. Sistem kepemilikan campuran, baik swasta atau negara, swasta domestik dan asing atau negara asing juga diakui dalam ekonomi Islam.

 

Tetapi yang harus diperhatikan dalam implementasi nilai ini bahwa alam dan kehidupan yang telah menyatu dalam sifat manusia tidak boleh dirusak, entah itu eksploitasi hutan dan tambang secara besar-besaran maupun aspek alam lainnya termasuk penindasan kepada kaum adat dan ketika terjadi penyimpangan, maka ia harus diarahkan kembali ke jalan yang benar. Kemudian pemerintah harus melakukan upaya dalam bentuk regulasi untuk meminimalisir kesenjangan yang akan terjadi ketika dilakukan eksploitasi besar-besaran oleh para kaum pemodal. Definsi kaum pemodal tidak hanya para pengusaha kapitalis, tetapi mereka yang memiliki kekuasaan baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang lainnya seperti kuasa agama dan budaya harus ditindaki. Tidak ada lagi pembodohan dengan menggunakan tameng agama untuk kepentingan bisnis pemodal. Tidak ada lagi tameng budaya untuk kepentingan usaha para pemodal. Gampangnya adalah meniadakan sertifikasi halal yang justru akan menghambat produktivitas UMKM. Menjalankan fungsi perpajakan bagi para penceramah demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika karyawan dan pegawai lainnya diwajibkan atas PPh 21, sudah sepatutnya para penceramah ini juga menyetor kewajibannya ke negara.

 

Selanjutnya adalah kebebasan untuk berusaha, yang dimaknai sebagai bahwa pelaku-pelaku ekonomi harus menjadikan Nabi dan Rasul (nubuwah) sebagai teladan dalam melakukan aktivitasnya sehingga akan melahirkan pribadi-pribadi profesional di segala bidang terutama di bidang pemerintahan (imamah). Regulasi yang diciptakan akan membuat mekanisme pasar dengan syarat tidak ada proses penzaliman baik monopoli harga maupun penimbunan barang barang tertentu. Potensi penzaliman ini dikurangi dengan memastikan bahwa nilai keadilan diimplemetasikan dengan baik. Negara bertugas sebagai wasit yang mengawasi interaksi pelaku-pelaku ekonomi dan bisnis untuk menjamin tidak dilanggarnya regulasi sehingga tercipta iklim ekonomi yang sehat. Membuat regulasi yang tepat dan berkeadilan antara kepentingan mini market yang semakin menjamur dengan keberadaan warung warung kecil. Di satu sisi tidak mematikan potensi pendirian minimarket yang tentu akan menyerap tenaga kerja tetapi di sisi lain tetap memberdayakan dan melindungi para pelaku usaha dalam bentuk warung warung kecil.

 

Kebebasan berusaha juga mengharuskan pemerintah mengatur harga pasar agar tidak anjlok yang bisa merugikan petani tetapi di sisi lain tidak menjadikan juga harga melambung tinggi yang justru akan mengakibatkan kemampuan belanja masyarakat menurun. Pernah terjadi ketika 1 Kg buah naga hanya seharga Rp. 5.000,- yang membuat petani merugi. Disinilah dituntut adanya regulasi yang menjamin keberadaan harga yang kompetitif dan terjangkau. Kompetetif berarti harganya dapat bersaing sehingga petani tidak rugi dan terjangkau dalam artian bahwa harga barang tersebut dapat dibeli oleh bahkan lapisan masyarakat kelas bawah. Ini baru contoh dalam situasi yang tidak mendesak karena baru sebatas kebutuhan sekunder seperti buah naga. Bagaimana jika harga bahan pokok seperti beras yang mengalami guncangan harga. Tentu dibutuhkan regulasi yang tepat dalam menangani masalah ini. Termasuk bagaimana menjamin ketersediaan barangnya dengan tidak lagi menjadikan program impor beras sebagai prioritas kebijakan.

 

Melingkupi itu semua adalah prinsip keadilan sosial yang merangkum nilai imamah sebagai perspektif pemerintahan dan nilai maad (hari akhir) bahwa apa yang dirumuskan dan menjadi kebijakan akan dimintai pertanggung jawaban kelak. Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial si kaya dan si miskin. Semua sistem ekonomi memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu menciptakan sistem perekonomian yang berkeadilan. Tetapi tidak semua sistem memiliki perspektif adil yang sama. Sejarah membuktikan bahwa sistem kapitalis melihat keadilan bertumpu pada kebebasan individu dalam melakukan kegiatan ekonomi dan bahkan cenderung eksploitatif sementara sosialis gagal mewujudkan keadilan bagi kepentingan privat di kalangan masyarakat. Dan ekonomi Islam diharapkan hadir guna memberikan keadilan yang menjamin kebebasan individu untuk berusaha tetapi tetap pada koridor tidak eksploitatif dan menjamin bahwa kehadiran negara tidak serta merta menguasai seluruh aspek ekonomi masyarakat, hanya yang bersifat kebutuhan vital guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Makassar, 27 November 2020







Comments