Alasan yang paling mengemuka untuk pembelaan karikatur majalah
Charlie Hebdo yang melakukan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW adalah bahwa
Prancis membela kebebasan berekspresi warganya. Penjelasan ini sejalan dengan
pendapat bahwa Prancis adalah negara sekuler yang tidak bisa melarang warganya
untuk menyampaikan pendapatnya bahkan ketika itu bersinggungan dengan agama
tertentu. Standar yang digunakan adalah jika kamu bisa berpendapat bahwa
agamamu benar maka yang lain berhak untuk berpendapat bahwa agama kamu salah.
Sepintas bahwa konsep sekularisme Prancis memang menyajikan keadaan masyarakat
yang sangat liberal dan tentu saja bebas nilai. Karena ketiadaan batasan dalam
menghargai sesuatu yang dihargai oleh pihak lain. Tetapi apakah betul Prancis
sejak Revolusi Prancis yang menumbangkan sistem feodalisme kerajaan konsisten
dalam membela kebebasan yang tanpa nilai ini.
Saya mencoba kembali untuk melihat sejarah di tahun 1998 perihal
sebuah keputusan pengadilan disana. Pada tahun 1998, Pangadilan Prancis
mendakwa bersalah seorang penulis yang bernama Roger Garaudy atas penyangkalannya
terhadap Peristiwa Holocaust yang dianggap sebagai pernyataan rasial dan
menyuruhnya membayar denda sebesar FF 120.000 atau sekitar $ 40.000.
Penyangkalannya terhadap Holocaust ini dibuat di bukunya yang terbit di tahun
1996 dengan judul “Les Mythes fondateurs de la politique israelienne” atau
dalam bahasa Indonesia berarti “Mitos dan Politik Israel”. Buku ini pun secara
cepat diterjemahkan kedalam bahasa Arab dan Persia. Pemerintah Iran pun pada
saat itu juga diklaim membantu untuk membayarkan beberapa denda Garaudy.
Pandangan ini sejalan dengan pendapat Robert Faurisson yang
menyangkal adanya kamar gas pembunuhan di kamp konsentrasi Nazi dan
mempertanyakan apakah sebenarnya pembunuhan sistematis Yahudi Eropa menggunakan
gas selama Perang Dunia ke II itu ada serta menentang keaslian dari buku The
Diary of Anne Frank yang diangkat dari buku harian Anne Frank yang berkisah
bagaimana keadaan ketika Nazi menduduki Belanda. Setelah disahkannya UU Gayssot
yang menentang penyangkalan terhadap Holocaust pada tahun 1990. Faurisson
dituntut dan didenda, dan pada tahun 1991 ia diberhentikan dari jabatan
akademisnya.
Bahkan beberapa tahun berikutnya, seorang
desainer bernama John Galliano didakwa melakukan kejahatan karena dianggap
melakukan pujian terhadap Adolf Hitler dan itu dianggap sebagai tindakan anti
semit. Kantor Kejaksaan Prancis pada saat itu mengatakan Galliano akan hadir di
pengadilan untuk menjawab tuduhan penghinaan di depan publik kepada beberapa orang
berdasarkan agama atau asal usulnya. Pada hari itu juga, Galliano akhirnya
meminta maaf atas tindakan yang menyebabkan banyak orang merasa terhina, tetapi
juga membantah pernyataan terhadap dirinya.
Bahkan di kalangan internal Charlie Hebdo sendiri salah satu
mantan penulisnya yaitu Maurice Sinet menuturkan sebuah fakta. Ia berujar
bahwa, Charlei Hebdo dan barat memiliki
standar ganda terkait kebebasan berbicara yang diagung-agungkan tersebut. Sine mengaku
telah dipecat karena karyanya dianggap telah melecehkan umat Yahudi. Ia
dituding telah melakukan aksi anti semit pada tahun 2009 lewat karikaturnya
yang menggambarkan anak mantan Presiden Prancis Sarkozy. Maurice Sine dituding
telah menghasut kebencian rasial untuk kolom yang ia buat pada Juli 2009. Bahkan,
kecaman untuk Sine juga dating dari Jyllands-Posten di Denmark yang juga
pernah membuat gambar Nabi Muhammad SAW. Media Denmark yang dikenal anti Islam
itu mendesark Sine untuk meminta maaf karena telah melecehkan umat Yahudi.
Charlie Hebdo menerbitkan kartun yang menghina Nabi Muhammad SAW dan Islam
serta Yesus dan Kristen, dan menandainya sebagai kebebasan berbicara. Namun jika
menyinggung perasaan umat Yahudi maka sikap Charlie Hebdo berubah 180 derajat.
Jadi ada perbedaan perlakuan bahwa kita boleh mengkritik bahkan
menghina agama tetapi jangan sampai menghina Yahudi termasuk pada Peristiwa
Holocaust. Ada semacam standar ganda dan tentu dapat dikatakan ini adalah
sebuah bentuk hipokrit atau dalam bahasa agama Islam disebut munafik dari
negara Prancis dalam hal ini melihat pernyataan Presiden Prancis Emmanuel
Macron. Jika boleh menghina agama seperti Islam dan Kristen, mengapa tidak
boleh meragukan Peristiwa Holocaust itu dan selalu disematkan dengan tuduhan
anti semit. Jika Prancis mendeklarasikan dirinya sebagai penjaga kebebasan
berekspresi di tanah Eropa dengan memaklumi orang yang menghina simbol agama
tertentu, mengapa hal itu tidak berlaku para pengkritik Holocaust. Apakah rilis
Peristiwa Holocaust adalah sesauatu yang lebih suci ketimbang agama sehingga
adalah sebuah kejahatan meragukan peristiwa tersebut. Apakah agama yang suci
itu bukan lagi Kristen dan Islam, tetapi telah berubah menjadi Holocaust. Ini
yang membuat saya mau muntah dengan pernyataan Macron dan para pembela Charlie
Hebdo. Pernyataan ini tidak lebih daripada sebuah bentuk omong kosong tentang
kebebasan berekspresi di negara Paul Pogba tersebut yang sebenarnya lebih mirip
dari gerakan anti agama dan dukungan terhadap zionisme.
Kontra pernyataan terhadap Macron ini juga bukan berarti saya
mendukung pemenggalan yang dilakukan oleh para ekstrimis agama. Saya sama
sekali tidak mendukung tindakan ini dan lebih menempuh tindakan yang lebih
elegan. Bisa dalam bentuk kecaman, bisa juga dalam bentuk boikot produk
Prancis, atau bisa juga dalam bentuk tindakan lain tanpa harus melakukan
pertumpahan darah karena tentu hal itu akan semakin meningkatkan islamophobia
di tengah masyarakat Prancis. Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang dijunjung oleh
seluruh umat islam di dunia ini, dan tentu penghinaan terhadap beliau akan
menuai respon yang sangat luas. Jika ada umat Islam yang melakukan kejahatan
seperti ISIS, Al Qaeda, maupun lainnya, maka silakan kritik dan kecam yang
melakukan kejahatan itu tanpa harus menghina pembawa ajaran tersebut. Karena
jika anda menghina yang didasari oleh tindakan individu atau kelompok tersebut,
tentu anda berada dalam kesalahan berpikir fallacy of dramatic instance.
Dan tentu jika berada di dalam kesesatan berpikir, maka ini
bukanlah argumentasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Ini yang
saya lihat banyak menjangkiti para pembenci Islam termasuk di negeri ini.
Bahkan mengkritik Macron dan Charlie Hebdo perihal kasus ini akan diberikan
julukan kadal gurun. Walaupun sebenarnya pernyataan ini justru bersifat
kontradiksi juga. Anda membela Macron dan Charlie Hebdo dengan alasan kebebasan
berekspresi tetapi anda justru menghalagi kebebasan berekspresi kami yang
mengkritik mereka. Membela kebebasan berekspresi tetapi di saat yang bersamaan
menghalangi orang berekspresi. Anda sehat.
Makassar, 31 Oktober 2020
Comments
Post a Comment