KEMENYAN DAN MUSYRIK

Mungkin diantara kita ada yang pernah mendengar seorang penceramah dengan gegabahnya mengatakan jika membakar kemenyan dan sejenisnya adalah hal yang dilarang oleh agama karena dikatakan musyrik atau menyekutukan Tuhan. Sama halnya ketika kita memberikan perasan jeruk nipis pada besi pusaka kita seperti badik dan keris lalu diklaim bahwa itu bagian dari perbuatan musyrik juga karena memandikan benda yang dianggap keramat. Termasuk juga ketika kita memakai sesuatu semisal cincin dan kalung yang memiliki batu, maka diangapnya itu adalah tahayyul belaka yang sangat dekat dengan kemusyrikan. Tanpa disadari atau tidak, penceramah ini secara tidak langsung telah menjadi bagian dari kampanye materialisma Barat karena menafikan eksistensi non materi. atau dengan kata lain mereka telah menjadi pion Barat. Penjelasannya seperti ini.

Kita awali terlebih dahulu pembahasan tentang kemenyan. Kemenyan adalah sejenis pohon yang memiliki sari getah dan disebut sebagai menyan dengan proses teknologi buhun. Pada saat pembakaran asapnya berfungsi untuk menetralisir polutan berbahaya yang terpapar di udara sebagai radikal bebas seperti kuman dan virus penyebar penyakit. Sementara itu aromanya yang wangi berfungsi sebagai aroma terapi karena dapat menghasilkan efek tenang. Dalam sejarahnya menyan ini diperdagangkan sepanjang jalur sutra mulai dari China hingga Turki yang bahkan ketika itu harganya melebihi harga emas. Di masa itu kemenyan ini diambil sebagai pesanan para bangsawan Timur Tengah dan Asia Selatan. Jika melihat proses pembuatan menyan dan fungsinya sendiri, apakah ada korelasi dengan menyekutukan Tuhan. 

Apakah ketika kita menggunakan aroma terapi untuk mengahangatkan tubuh kita yang sekarang sudah lazim juga dipruduksi dalam berbagai merek meniscayakan kita sudah melakukan perbuatan musyrik. Walaupun membakar kemenyan bukanlah tradisi yang umum saya lakukan, tetapi pengalaman saya pada saat menghirup aromanya memang harum. Tidak ada keterkatian dengan upacara pemujaan syetan dan segala macamnya. Penyelahgunaan kemenyan sehingga dianggap sebagai wadah menyekutukan Tuhan hanya terjadi di film dan sinetron. Yang oleh sebagian kalangan mencoba untuk merealitaskannya. Inilah hal yang sebenarnya tidak dipahami oleh penceramah yang gemar memusyrikkan kegiatan-kegiatan tradisional warga tersebut termasuk membakar menyan. Para penceramah ini sok tahu atau dalam logat orang Makassar mereka ini disebut sotta.

Hal yang sama terjadi ketika kita memandikan benda tertentu yang kita anggap berharga di waktu-waktu tertentu pula, termasuk juga ketika kita mempercayai benda tertentu semisal batu yang terdapat pada cincin atau kalung memiliki kekuatan. Mereka sangat anti pada dua aktivitas ini dan mengategorikannya sebagai perbuatan musyrik karena dianggap menyekutukan Tuhan. Padahal jika mau menggunakan sedikit saja anugerah terindah Tuhan yaitu akal, maka mereka tidak akan gegabah untuk memvonis kegiatan-kegiatan ini sebagai perbuatan yang musyrik. Apakah memandikan itu musyrik, tentu jawabannya tidak. Karena ketika memandikan sesuatu itu musyrik, maka memandikan binatang pun seperti ayam, kuda, dan sejenisnya akan dikategorikan sebagai perbuatan musyrik. Jika memandikan ayam, kuda, dan sejenisnya tidak dikategorikan sebagai perbuatan musyrik, berarti hal yang sama tentu berlaku juga dalam kegiatan memandikan benda tertentu seperti keris atau badik.

Kemudian apakah menganggap malam-malam tertentu seperti malam Jumat dan malam Lailatul Qadr memiliki berkah dapat dikatakan musyrik. Tentu jawabannya tidak karena memang malam tertentu seperti malam Jumat dan malam Lailatul Qadr adalah malam yang diistimewakan dalam Islam. Dan ketika mengistimewakan malam-malam tertentu tidak dikategorikan musyrik, maka hal itu juga berlaku bagi mereka yang memandikan badik atau kerisnya di malam Jumat. Apalagi baik dalam Al Quran maupun Hadist tidak ada larangan untuk mandi atau memandikan sesuatu di malam Jumat. Jikalau para penceramah yang gemar memusyrikkan kegiatan-kaegiatan tertentu ini mau sedikit saja menngunakan akalnya dalam beragama, maka ia tidak akan dengan mudah memusyrikkan orang lain dan tentu tidak akan mudah membodohi jamaahnya.

Yang terakhir perihal kepercayaan pada benda tertentu memiliki kekuatan seperti batu yang terdapat pada cincin atau kalung. Bangunan pemikiran awal yang harus dipahami dalam kasus ini adalah setiap benda memiliki kekuatan. Pisau bisa digunakan untuk memotong, air dipercaya dapat menghilangkan rasa haus, makanan dipercaya dapat menghilangkan rasa lapar, bumi dipercaya pada titik tertentu merupakan magnet terbesar sehingga dapat menarik benda dan masih banyak contoh lain manfaat dari sebuah benda yang proses kerjanya tidak bisa diinderai. 

Saya pernah membaca sebuah buku yang berjudul “The Miracle of Water” yang ditulis oleh seorang ilmuan Jepang. Percobaan yang dilakukannya dengan mengetes dua buah bejana yang bersisi air dari jenis yang sama. Dalam prakteknya, kedua bejana yang berisi air tersebut mendapat perlakuan berbeda. Satu bejana itu dikirimkan doa dan diberikan kata-kata yang indah setiap hari. Bejana yang satu diberikan kata-kata kotor dan tidak pantas. Percobaan yang dilakukan dalam waktu sebulan ini menghasilkan konklusi bahwa air yang diberikan doa dan kata-kata bagus setiap hari setelah diteliti menggunakan mikroskop memiliki susunan Kristal yang sangat indah. Hal yang kontras terjadi pada air yang diberikan kata-kata kasar setiap hari, susunan kristal yang terbentuk kasar, tidak berpola, dan sangat buruk. Penelitian ini menjelaskan bahwa proses kerja yang berlangsung secara non materi itu memang ada dan ilmiah. 

Apakah ada yang bisa memberikan kita gambaran secara inderawi bagaimana doa dan kata-kata baik bisa membentuk molekul yang indah di dalam air. Apakah ada yang bisa memberikan kita gambaran bagaimana prosesnya air yang kita minum dapat menghilangkan haus. Atau contoh yang paling sederhana, apakah kekuatan tarik menarik seperti magnet bumi yang mengakibatkan benda jatuh ke bawah selama berada di bumi itu bisa diinderai. Apakah juga kekuatan yang terdapat dalam obat bisa kita inderai. Jika semua hal itu tidak bisa diinderai, maka bukanlah sesuatu yang mustahil adanya kekuatan yang teradapat di dalam batu baik yang digunakan di cincin atau kalung, seperti percayanya kita akan adanya kekuatan yang menyembuhkan di satu butir obat. Dan tentu hal ini sama sekali tidak akan kaitannya dengan musyrik dan menyekutukan Tuhan. Toh kita percaya bahwa Tuhan mengirimkan sebuah batu yang telah ia berikan kekuatan untuk membantu kita. Sama halnya dengan kepercayaan kita bahwa Tuhan telah memberikan kekuatan kepada obat ini untuk menjadi penawar penyakit kita.

Jika penceramah itu masih tetap ngotot dalam kebodohannya, maka saran saya sampaikan kepada dia agar tidak lagi meminum obat karena kekuatannya tidak bisa dilihat. Selain itu mempercayai benda tertentu memiliki kekuatan bisa dikateorgikan musyrik karena kekuatan untuk menyembuhkan hanyalah milik Tuhan. Dan jika ia tetap lakukan dan meminum obat, maka sebenarnya ia sendiri tidak paham dengan apa yang dikatakan dengan musyrik. Percaya obat memiliki kekuatan tetapi tidak percaya benda lainnya memiliki kekuatan. Pemikirannya sama persis dengan mereka para kaum empirisme, hanya beda di kemasan saja.

Panasakkang Maros, 13 Juli 2020



Comments