SOCIAL DISTANCING DAN RUPIAH


Social distancing (jaga jarak) seperti imbauan pemerintah dalam hemat saya adalah langkah yang tepat di tengah mewabahnya virus corona di indonesia. Data terakhir menunjukkan jika sudah ada lebih dari 200 orang di Indonesia yang positif terkena virus corona. Menjaga jarak dalam situasi seperti ini jauh lebih “moderat” ketimbang jika harus mengambil kebijakan yang lebih ekstrim seperti karantina atau lock down. Kebijakan ini akan tetap membuat perekonomian berputar karena aktivitas masyarakat terus berjalan ketimbang harus melakukan karantina yang akan meminimalisir pertemuan antar masyarakat yang tentu sangat berimbas pada produktivitas kegiatan ekonomi.

Dalam sebuah bincang-bincang tadi pagi dengan seorang sopir taksi on line, ia berujar jika dalam satu bulan ini penghasilan yang ia dapatkan menurun drastis akibat merebaknya virus corona. Mall dan pusat perbelanjaan yang biasanya menjadi konsentrasi masyakarat, perlahan mengalami penurunan pengunjung yang tentu berimbas pada penghasilan sopir taksi on line tersebut. Ia juga berujar jika sebelumnya masyarakat kelas menggunakan jasa sopir taksi on line, tetapi sejak ada virus corona mereka menggunakan kendaraan pribadi karena ketakutan akan menularnya virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China ini. Bukan hanya masyarakat yang bergelut di dunia jasa yang mengalami penurunan penghasilan akibat mewabahnya virus corona ini, beberapa pedagang yang memiliki usaha di mall dan pusat perbelanjaan lainnya mengaku jika penghasilan mereka terjun bebas dikarenakan mewabahnya virus corona ini. Jika dahulu mereka dalam sehari rata-rata bisa mendapatkan jutaan rupiah, maka di tengah ketakutan akan mewabahnya virus corona mereka hanya mendaptkan setengah dari penghasilan seperti biasanya.

Ini bahkan baru menerapkan kebijakan social distancing atau jaga jarak, bagaimana jika kebijakan karantina atau lock down yang ditempuh. Tidaka menutup kemungkinan akan terjadi kelumpuhan ekonomi di daerah yang dilakukan karantina. Harus diakui bahwa sebagian besar perekonomian masyarakat Indonesia ini harus ada pertemuan para stockholder. Seorang sopir taksi on line harus bertemu dengan penumpang yang akan dia bawa. Ketika terjadi karantina, maka akan terjadi kelumpuhan bagi mereka yang berprofesi seperti ini dikarenakan tidak adanya penumpang. Sama halnya juga dengan pedagang yang selalu menjajakan dagangannya. Apapun metode penjualan mereka, entah menjual di mall atau pasar, entah mereka menjual on line, tetapi tetap saja ada pertemuan diantara para stockholder. Jika yang menjual di mall atau pasar biasanya pedagang dan pembeli itu bertemu langsung, maka yang menjual on line biasanya mereka mengirim barang lewat jasa kurir. Keadaan pembeli dan pedagang langsung bertemu maupun lewat jasa kurir, tetap ada pertemuan antar masyarakat. Bagiamana jika aktivitas seperti ini dlilarang, apakah tidak menutup kemungkian terjadinya kelesuan ekonomi.

Saya sendiri dan juga sesuai kebijakan kantor tetap membuka pelayanan seperti biasanya. Mereka yang bekerja di kantor swasta pastilah memahami bagaimana jika dalam satu hari saja kantor tutup. Ada potensi penghasilan yang hilang. Ada distribusi barang yang tersedat padahal itu sudah dilakukan penjadwalan. Ketika penghasilan hilang maka tentu akan berimbas pada kinerja perusahaan. Dan ketika kinerja perusahaan tidak berjalan sesaui dengan yang diharapkan maka imbasnya tentu penurunan produktivitas. Dan ketika produktivitas menurun, maka potensi untuk pemutusan hubungan kerja karyawan (PHK) akan sangat besar karena penghasilan sudah lebih kecil dari biaya dan beban. Dan ketika terjadi PHK, maka hal buruk besar akan terjadi. Bisa terjadi chaos, hingga bisa terjadi peningkatan kriminalitas karena terjadi penambahan pengangguran, dan tentu bayangan kejadian buruk di tahun 1998 akan sangat besar potensinya untuk terjadi.

Semua orang bisa berandai jika satu kebijakan diterapkan akan menjadi solusi atas mewabahnya virus corona ini, baik itu kebijakan jaga jarak maupun karantina. Semua bisa diterapkan sesuai dengan kondisi wilayah yang terkena dampak penuluran virus corona. Dan dalam hemat saya, kebijakan jaga jarak untuk kondisi Indonesia jauh lebih efektiv baik dalam mengurangi tingkat penyebaran virus corona maupun tetap menjaga kondusifitas perekonomian. Ketimbang harus memutus pertemuan antar masyakarat yang seperti saya jelaskan di atas bisa menyebabkan kelumpuhan ekonomi bahkan kekacauan social. Dan tentu bukan hal ini yang kita harapkan seperti mengulang kekacauan seperti di tahun 1998.




Comments