KETIKA RRC SEMAKIN HUMANIS


Saya tidak menyangkal jika masih banyak diantara kita yang menganggap China dalam konteks negara Republic Rakyat China (RRC) adalah entitas yang harus dimusuhi. Berbekal pengetahuan jika RRC adalah negara yang menganut sistem komunis dan ditambah dengan sejarah kelam Partai Komunis Indonesia (PKI), maka cap buruk dan kebencian akan terus ada. RRC yang didirikan oleh Mao Zedong telah banyak mengalami perubahan. Jika pada awal pendirian negara ini  semua aspek harus berkiblat kepada sistem komunisme, maka sekarang perlahan-lahan dilakukan perubahan. Hal yang paling ekstrim adalah terjadi perubahan sistem ekonomi RRC yang tidak lagi menggunakan sistem komunisme yang tersentralisasi, tetapi menerapkan kebijakan yang berbasiskan pasar dengan catatan muaranya tetap pada kepentingan nasional RRC. Kebijakan ini digagas oleh Liu Shaoqi dan Deng Xioping yang mereka sebut sebagai reformasi ekonomi. Hasilnya pun luar biasa hingga di masa sekarang ini di bawah pemerintahan presiden Xi Jinping, dimana ada penyelarasan sistem ekonomi pasar dengan sistem politik komunisme ala RRC. 

Di tengah kegemilangan perekonomian china yang bertumbuh pesat, di akhir 2019 negara ini terserang virus corona atau sekarang lebih dikenal dengan istilah covid-19. 2 bulan penyebaran covid-19 membuat perekonomian negara ini porak-poranda. Bahkan ada yang mengatakan jika serangan covid-19 ke RRC adalah tentara Allah SWT sebagai jawaban atas penindasan yang mereka lakukan terhadap muslim Uighur. Saya tidak akan membahas jauh apakah pernyataan jika covid-19 adalah tentara Allah SWT itu benar ataukah hanya sekadar fantasi belaka, saya lebih ingin membahas bagiamana RRC bisa bangkit kembali setelah serangan covid-19 memporak-porandakan perekonomian negara yang berpenduduk lebih dari 1 milyar ini. 

RRC dalam menghadapi wabah virus ganas ini menerapkan kebijakan yang ketat terhadap warganya. Sinergitas antara pemerintah, militer, dan warga membuat proses penanganan penyebaran covid-19 ini dapat berjalan dengan baik. Wuhan sebagai daerah terparah yang terkena dampak dari covid-19 berhasil bangkit kembali. Perekonomian kembali bergeliat yang seperti membungkam mulut para pengamat ekonomi global yang memprediksi ekonomi RRC akan runtuh. Para pengamat ini mungkin melihat sejarah bagaimana negara komunis Uni Sovyet runtuh di masa lalu dikarenakan adanya kebijakan salah yang diambil oleh Pemimpin Sovyet ketika itu Mikhail Gorbachev dengan kebijakan Prestroika dan Glasnot nya. Ternyata prediksi itu meleset dikarenakan mereka mencoba menyamakan Uni Sovyet yang mengalami efek kejut kebijakan terbuka ala Gorbachev dengan kebijakan ekonomi pasar yang bersanding dengan sistem politik komunis ala Liu Shaoqi dan Deng Xioping yang kini diteruskan oleh Xi Jinping. 

Tidak hanya sampai disitu, setelah berhasil melawan covid-19 mereka pun ikut membantu negara lain dalam melawan pandemik global ini. RRC bersama negara komunis lainnya seperti Kuba melakukan bantuan kepada negara terdampak seperti Italia yang menjadi negara dengan tingkat kematian penderita covid-19 yang terbesar dengan mengalahkan jumlah kematian di RRC. Negara RRC menembus batas dan menembus lintas negara demi menunjukkan simpati yang tidak hanya dalam bentuk ucapan tetapi ada relaisasi tindakan yang nyata. Saya tidak peduli dengan berbagai teori konspirasi yang disebut wabah ini adalah kerjaan RRC dengan segala tambahan analisa-analisa lucunya yang memang kebanyakan sangat ad hominem kepada bangsa China. Memang setiap orang bebas melakukan analisa terhadap wabah virus ini. Tetapi bagi saya apa yang dilakukan oleh negara yang didirikan oleh Mao Zedong ini adalah tindakan yang sangat berguna di tengah musibah. Eropa terutama Italia sedang mengalami krisis wabah covid-19 ini dan sejawat mereka para anggota Uni Eropa serta Amerika Serikat (AS) bahkan tidak mengulurkan bantuan. Yang terjadi justru adalah bantuan negara komunis macam RRC dan Kuba yang bergerak cepat membantu Italia.

Kedok kapitalisme dan liberalisme yang menjadi kiblat AS dan negara Uni Eropa pada umumnya jelas terlihat disini. Mereka tidak membantu sesama negara kapitalis dan liberalis, bahkan mereka sendiri tengah disibukkan oleh persoalan yang sama. Spanyol yang angka kematian pasein covid-19 telah melampaui RRC dan juga AS yang pasien Covid-19 nya telah mencapai angka puluhan ribu. Mereka kalah selangkah dalam mempraktekkan nilai kemanusiaan dari negara komunis seperti RRC dan Kuba. Saya teringat dengan pesan Imam Ali yang berkata seperti ini: “Yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudaramu dalam kemanusiaan”. RRC dan kuba, negara dengan ideologi yang dibenci oleh hampir sebagian besar masyarakat Indonesia justru telah menunjukkan apa yang diungkapkan oleh Imam Ali tersebut. Dan sekali lagi saya tidak akan pusing apapun latar belakang atau motif kedua negara komunis ini menjadi negara yang terdepan dan sangat dermawan dalam membantu negara lain melawan virus covid-19. 

Langkah kemanusiaan RRC tidak hanya mereka lakukan di Eropa, Indonesia pun telah menerima bantuan lewat Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang melakukan perjalanan kesana untuk menerima bantuan alat penanganan pandemik covid-19. Di Timur Tengah, Iran yang menjadi negara paling terdampak parah dalam pandemik ini juga tidak luput dari bantuan RRC ini. Bahkan RRC seperti tidak mengindahkan ancaman AS di tengah sanksi terhadap iran. AS melarang semua negara untuk membantu Iran dalam memerangi virus covid-19 dengan ancaman sanksi. RRC yang komunis justru lebih peduli tanpa sekat apapun dalam membantu negara lain ketimbang AS yang mendaulat dirinya sebagai pemimpin dunia. Watak jahat pemimpin AS kepada Iran memang semakin menunjukkan bahwa negara ini tidak bisa dijadikan sebagai kawan yang dapat dipercaya. Mereka itu sangat jahat dan mereka hanya memikirkan diri mereka masing-masing. Semoga pemerintah Indonesia bisa mengambil pelajaran dari ini semua.



Comments