Sudah bukan rahasia lagi jika
sepak terjang Racip Erdogan sebagai seorang presiden Turki dalam perpolitikan
global sangatlah pragmatis. Ia selalu berusaha untuk memanfaatkan peluang
sekecil apapun demi kepentingan geo politik Turki walaupun sebenarnya
kepentingan geo politik Turki yang dimaksud akan selau selaras dengan
kepentingan politik pribadi Erdogan dan kelompoknya. Sudah bukan rahasia lagi
jika Erdogan ingin selau dikenal sebagai pihak yang terdepan dalam membela
kepentingan Palestina, tetapi di sisi lain ia tetap menjadikan Turki sebagai
pihak yang mendukung eksistensi Israel dengan tetap membina hubungan bilateral
sampai pada tingkatan pembukaan konsulat jenderal. Artinya di satu sisi ia mencoba
mencitrakan dirinya sebagai pembela Palestina, tetapi di sisi lain faktanya ia
adalah pembela penjajah Palestina. Semacam ada kontradiksi internal dalam kebijakan
yang dilakukan oleh Erdogan. Ia sebenarnya tidak setulus seperti yang
dipikrikan oleh para pemujanya di Indonesia dan di belahan bumi lainnya dalam
membela rakyat Palestina karena tetap menjadikan kepentingan diri dan
kelompoknya dalam hal ini berbalut kepentingan nasional Turki sebagai prioritas
uatamanya.
Itu belum termasuk bagaimana ia
tetap menjadikan Turki sebagai anggota Pakta Pertahanan Atlantik utara (NTO)
yang merupakan warisan kebijakan dari Mustafa Kemal Ataturk sebagai peletak
dasar Republik Turki yang sekular dan modern. Seperti yang kita ketahui jika sebagian
besar anggota NATO adalah himpunan negara-negara imprealis dan kapitalis
seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis. Belum hilang di ingatan
kita bagaimana sepak terjang NATO yang berhasil menghancurkan Libya dari negara
yang sejahterah di bawah kepemimpinan Muammar Khadafi hingga menjadi negara gagal
seperti sekarang ini. Paling tidak keanggotaan Turki di NATO menjadikannya
sebagai pihak yang mendukung penghancuran sebuah negara Arab sekaligus negara
islam secara ilegal dan tanpa mandat dari PBB.
Sehingga tidak heran watak
seperti itu juga tercermin dari kebijakan politik Erdogan baik di dalam dan maupun
luar negeri. Kita bisa lihat bagaimana ia tetap menduduki wilayah Suriah dalam
hal ini wilayah Idlib di saat negeri itu tengah mencoba memulihkan kedaulatan
negaranya dari tangan-tangan pemberontak. Erdogan seperti tidak punya malu
mencoba mengokupasi wilayah negara lain bahkan seperti mendukung instabilitas
dalam negeri Suriah. Ia bahkan tidak lebih baik dari okupasi zionis Israel
terhadap wilayah Palestina. Mereka sama saja, sama-sama mencoba mengambil
daerah negara lain secara ilegal dan tanpa malu. Seperti pemuja Erdogan yang
tanpa malu terus membelanya walaupun nyatanya Turki di bawah kepemimpinan
Erdogan menjadi parner kerja yang baik untuk Israel, Negara yang terus menerus
menjajah dan mengokupasi Palestina.
Turki di bawah kepemimpinan
Erdogan juga seperti meniru apa yang dilakukan oleh zionis Israel. Jika Israel
mencoba menguasai Yarussalem dan menjadikannya sebagai ibu kotanya walapun itu
melanggar kesepakatan internasional, maka Turki tanpa malu menumpuk teroris dan
personel militernya di idlib padahal wiliayah itu adalah wilayah yang sah dari negara
suriah. Dan lucunya lagi ketika Presiden Bashar Al Assad selaku Presiden sah Suriah
pemilik wilayah idlib ini ingin mengusir teroris dari wilayah itu, Erdogan
malah menyruh agar Assad dan pasukan Suriah mundur. Lelucon yang dimainkan oleh
Erdogan sanga lucu tetapi sangat merugikan kepentingan nasional Tukri itu
sendiri.
Jadi ibaratnya seseorang yang
dipuja-puja sebagai orang yang sangat taat beragama mencoba memasukkan hama
perusak ke wilayah tetangganya, sehingga dengan begitu ia akan mudah mencaplok
beberapa wilayah tetangganya. Ketika si tetangga berhasil mengusir satu-persatu
hama perusak itu dari wilayahnya, anehnya si orang yang dianggap taat beragama ini
malah marah dan menyuruh untuk tidak mengusir hama di wilayah yang sekarang ia
kuasai. Tetangga macam apa ini yang tidak punya malu mengambil wilayah
tetangganya setelah ia mengirimkan hama perusak. Saya pun melihat seperti
itulah yang dilakukan oleh Erdogan terhadap Assad. Ia bahkan seolah menutup
mata jika Suriah adalah satu-satunya negara Arab yang berperang langsung dengan
Israel dan berbatasan langsung dengan negeri zionis itu yang hingga saat ini
tidak memiliki perjanjian damai. Berbanding terbalik dengan Turki yang bahkan
di awal pendirian Republik Turki menjadi pihak yang mengakui eksistensi Israel
dan terus menerus dirawat hubungan baik itu hingga di bawah kepemimpinan rezim Erdogan.
Selain pragmatis, kedok Turki di
bawah kepemimpinan Erdogan juga sangatlah utopis. Ia masih mendambakan wilayah
bekas Turki Ustmani termasuk Idlib ini sebagai daerahnya. Ia penjajah dan wataknya
tidak lebih baik dari para Perdana Menteri rezim Zionis Israel. Tetapi herannya
itu sama sekali tidak membuat sadar para pemujanya terutama yang ada di
Indonesia. Selain mengokupasi wilayah tetangganya, watak buruk Erdogan lainnya
adalah ia menjadi orang yang tidak menerapkan hak asasi manusia (HAM) secara tidak
maksimal. Sudah banyak pengkritiknya yang dijebloskan ke dalam penjara karena
dianggap menghinanya. Itu juga belum termasuk bagaimana ia terus menerus
memerangi masyarakat Turki yang berketurunan Kurdi. Ia seperti melihat Kurdi
ini adalah musuh yang harus terus diperangi ketika mencoba menyurakan
tuntutannya. Sekali lagi Erdogan seperti mencontek para pemimpin zionis Israel
dalam menghadapi kaum minoritas. Jika para pemimpin zionis begitu sangat
diskriminaif terhadap warganya yang berketurunan Arab, maka Erdogan menerapkan
hal yang sama dalam menghadapi minoritas Kurdi di negaranya. Selama Erdogan masih
pragmatis dan utopis, maka selama itu pula angan-angan menjadikan ia sebagai
pemimpin pembebas Palestina hanyalah menjadi angan-angan yang cocoknya disimpan
dalam keranjang sampah.
Comments
Post a Comment