Yus Yunus seorang sopir truk asal
Polewali Mandar Sulawesi Barat dianiaya warga di Nabire, Papua pada hari Minggu
23 Februari 2020. Dalam video yang
beredar, Yus Yunus didatangi dan dikeroyok sejumlah warga yang menuding ia telah
menabrak warga Papua dan hewan ternak babi hingga tewas. Padahal Yus Yunus
bukanlah pelaku yang menyebabkan tewasnya warga Papua dan hewan ternak babi
tersebut. Ia justru adalah pihak yang melaporkan kejadian tewasnya warga Papua
dan hewan ternak babi itu ke pihak kepolisian. Kemudian ia kembali ke lokasi
sebagai pihak yang melaporkan kejadian itu. Tetapi naasnya, sekembalinya Yus
Yunus ke tempat itu justru menjadi awal mula petaka dirinya. Massa yang sudah
tersulut emosi langsung melakukan penganiayaan terhadap Yus Yunus yang dianggap
pembunuh warga Papua dan hewan ternak babi tersebut. Walaupun di kejadian itu
terdapat beberapa polisi, pencegahan penganiayaan terhadap Yus Ynus tidak dapat
terhindarkan hingga membuatnya tewas.
Kejadian ini tentu meggoreskan
luka yang sangat mendalam bagi keluarga. Bagiamana tidak seseorang harus
meregang nyawa terhadap kesalahan yang ia tidak perbuat. Sekelompok massa yang
beringas dan diikuti dengan kurangnya tindakan perlindungan yang dilakukan oleh
penegak hukum berimbas pada kematian Yus Yunus. Bagi saya dalam hal ini massa
yang beringas mencerminkan jika beberapa warga disana memang masih sangat minim
pemahaman terhadap hukum. Memang betul kejadian penganiayaan yang sampai
menghilangkan nyawa seseorang tidak hanya terjadadi di Papua, tetapi rentetan kejadian
disana yang seperti memperlakukan mereka tidak tersentuh oleh hukum menjadi
alasan tersendiri untuk mempercayai bahwa mereka memang perlu diedukasi hukum.
Ingat bahwa pemenuhan hak asasi manusia bukan hanya milik orang Papua, orang
Sulawesi pun seperti almarhum Yus Yunus juga berhak untuk mendapatkan pemenuhan
hak asasi.
Penegakan hukum tidak boleh
pandang bulu hanya karena suatu kelompok masyarakat dianggap sebagai korban
kejahatan masa lalu. Memang betul bahwa dahulu orang Papua menjadi masyarakat
kelas dua di negara ini yang dipinggirkan dan diperlakukan tidak adil oleh
pemerintah pusat. Tetapi hal itu tidak menjadi alasan untuk menjadikan mereka
kebal hukum. Amanat konstitusi menjelaskan jika semua masyarakat Indonesia
bersamaan kedudukannya dalam hukum sehingga orang Papua dan orang non Papua
ketika berbuat kejahatan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Jangan
lagi ada dikotomi dan jangan juga dengan alasan hukum adat sehingga hukum negara
di Papua seolah menjadi tumpul. Mereka harus diajari hukum dan bukan hanya
dijajaki pembangunan infrastuktur.
Selanjutnya ada hal yang patut
juga menjadi perhatian. Apa yang dilakukan aparat kepolisian di kejadian itu
sangatlah tidak maksimal dalam hal penanganan terhadap warga negara. Ingat
bahwa institusi kepolisian adalah institusi penegak hukum yang seharusnya
menjadi panglima penegakan hukum di negara ini, dimanapun berada walaupun itu
terjadi di Papua. Melihat kejadian itu, bagaimana mungkin tidak ada tindakan
peringatan yang dilakukan oleh pihak kepolisian ketika Yus Yunus terus diserang
oleh sekelompok massa padahal ketika itu polisi bersejatakan lengkap. Hanya
seorang polisi yang terus menjadi tameng Yus Yunus dari penganiayaan massa
sementara yang lainnya seperti pasif dan tidak berbuat maksimal.
Apakah karena Yus Yunus bukanlah
seorang pejabat sehingga pengamanan terhadap dirinya tidak maksimal. Apakah
karena Yus Yunus bukanlah orang yang dekat dengan kekuasaan sehingga dirinya
tidak mendapatkan Hak Asasi Manusia. Apakah karena Yus Yunus bukanlah orang
yang penting di negeri ini sehingga ia dibiarkan menjadi sasaran amukan massa.
Jika pengamanan dilakukan ekstra oleh kepolisian ketika itu, mungkin cerita
pengeroyokan Yus Yunus yang berakibat pada kematiannya tidak akan terjadi dan mungkin
cerita sedih keluarga yang ditinggalkan juga tidak akan terjadi.
Kepolisian harus mengambil
tindakan tegas terhadap kejadian ini. Para pelaku harus ditindak sesuai dengan
hukum yang berlaku agar tidak ada kesan hukum negara berada di bawah bayang hukum
adat Papua. Saya menghormati orang Papua dalam menjalankan adat mereka tetapi
tidak harus melakukan tindakan hakim sendiri yang mengakibatkan nyawa seseorang
melayang. Saya menulis artikel ini sedang berada di daerah Kabupaten Tana Toraja
Provinsi Sulawesi Selatan yang mayoritas protestan. Disini banyak babi dan
ketika ada babi yang tertabrak di jalan dan tewas, hukuman yang diberikan kepada
pelaku adalah dengan membayar denda berupa materi dan bukan dengan membayar
nyawa. Saya pikir hukum di negara ini sudah harus meninggalkan hukum kuno yang
justru akan membawa peradaban bangsa Indonesia kembali jauh ke belakang.
Saya orang Sulawesi tepatnya
orang Makassar. Orang Sulawesi adalah orang Indonesia dan begitupun orang Papua
juga adalah orang Indonesia. Saya menghargai semua suku yang ada di Indonesia
tetapi atas nama konstitusi dan keadilan bersama, semua yang melakukan
pelanggaran hukum harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Jika ada
orang Makassar yang bersalah, maka hukumlah orang Makassar itu tetapi tidak dengan
menjustifikasi semua orang Makassar salah. Begitupun dengan saudara saya orang Papua.
Jika terbukti mereka yang membunuh Yus Yunus adalah orang Papua, maka hukumlah
orang Papua tersebut yang bersalah. Jangan menjustifikasi semua orang Papua
bersalah karena itu adalah sebuah bentuk kesalahan berpikir “fallacy of
dramatic instance”. Sulawesi dan Papua adalah saudara, salam Indonesia.
Comments
Post a Comment