JANGAN MALU MENGAKUI DIRI SEBAGAI LIBERALIS DAN ANARKIS


Narasi kebebasan atas diri sendiri untuk berbusana adalah narasi liberal. Sadar atau tidak, penentangan terhadap peraturan berbusana apapun bentuknya itu dapat diartikan sebagai pemahaman kaum liberal ekstrim yang bahkan bisa menjurus kepada pemahaman anarkis. Bahkan di pusatnya kawasan liberal seperti di Eropa dan Amerika, konsep liberalisme disana akan terbatas ketika berhubungan dengan kepentingan negara.

Kita bisa ambil contoh dalam pakaian kedinasan tentara atau polisi mereka. Tetap ada seragam yang mereka kenakan sebagai identitas kesatuan tentara atau polisi. Kita tidak akan pernah melihat misalnya di satu batalyon tempur ada yang memakai seragam loreng dan celana panjang, sedangkan yang lain menggunakan seragam loreng dan celana pendek. Akan terlihat tidak kompak. Begitupun misalnya di parlemen mereka. Seliberal apapun Eropa dan Amerika, kita tidak akan menemukan anggota dewan atau senator mereka misalnya menggunakan bikini karena itu adalah pakaian renang. Artinya di negara yang menjadi induk ajaran liberalisme, berbusana tetap akan menjadi terbatas ketika harus berhadapan dengan aturan negara.

Konsep yang lebih ekstrim justru tengah menjangkiti sebagian masyarakat Indonesia. Negara yang sebenarnya tidak menganut paham liberalisme ini justru akan masuk ke dalam kubangan liberalisme ekstrim bahkan menuju ke konsep anarkisme. Adanya protes sebagian kalangan perihal pengaturan berbusana di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN) semisal cadar menjadi indikasinya. Bagi mereka berbusana itu adalah hak asasi manusia yang tidak bisa diatur sekaipun oleh pemerintah. Padahal mereka adalah ASN yang memang terikat oleh aturan yang dibuat oleh pemerintah. Pemahaman seperti inilah yang saya sebut sebagai pemahaman liberalisme ekstrim yang menjurus kepada anarkisme. Pemahaman ini lebih ekstrim dengan apa yang berkembang di negara asal liberalisme.

Liberalisme sendiri berasal dari kata liberal dan isme. Liberal yang berarti bebas dan isme yang berarti paham. Protes tentang penolakan pengaturan berbusana di kalangan ASN telah memenuhi konsep liberalisme itu sendiri. Bahkan jika dibandingkan dengan Eropa dan Amerika, liberalismenya telah memasuki fase esktrim. Dan pada titik tertentu ketika si pemrotes ini merasa berhak atas dirinya sendiri dan menegasikan fungsi negara, maka pada saat itu mereka telah jatuh ke dalam lingkaran anarkisme.

Sekadar informasi, untuk sama-sama kita pelajari anarkisme berasal dari penggalan kata anarki dan isme. Anarki merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu “anarchy” yang berakar dari kata Yunani yakni “anarchos/anarchein”. Istilah ini sendiri merupakan gabungan dari kata “a” yang berarti nihil/negasi dan “archos/archein” yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Sehingga secara gampang anarkis berarti pemahaman yang menolak adanya kekuasaan/ pemerintahan. Bukankah ketika kita merasa berhak atas diri sendiri tanpa adanya kekuasaan dari pemerintah untuk membuat aturan berarti telah menegasikan pemerintah itu sendiri. Dan jelas pemahaman itu telah memenuhi unsur anarkisme.

Padahal selama ini kebanyakan para pemrotes itu selalu menolak paham liberalisme dan enggan dikaitkan dengan dengan tindakan yang anarkis. Bukankah ini seperti “melarang orang kencing bendiri padahal ia sendiri kencing berlari”. Mereka selalu berbicara untuk menolak liberalisme dan tidak mau dituduh anarkis padahal mereka lebih akut lagi karena sudah memasuki fase liberalisme esktrim dan menuju ke tahap anarkis.

Jadi terlihat aneh sendiri karena terjadi kontradiksi internal. Di satu sisi mereka menolak pakaian minim yang disebut pakaian ahli neraka, pemahaman agama yang berbeda yang mereka anggap sesat, orientasi seks yang berbeda dari kebanyakan orang yang dianggap sebagai sumber bencana, sesajian laut yang mereka anggap sebagai tindakan musyrik, dan kadang-kadang maulid mereka anggap bidah, tetapi di sisi lain cara berpakaian sesuai keinginan mereka seperti cadar dianggap sebagai privasi.

Jika cadar dianggap sebagai privasi karena itu menyangkut hak seseorang atas dirinya sendiri, mengapa orang yang berpakaian minim sulit untuk diterima. Bukankah pakaian yang mereka kenakan adalah hak atas diri mereka sendiri karena ini menyangkut privasi. Jika pakaian minim dianggap mengganggu moralitas karena dipakai di ruang publik, bukankah cadar juga akan menjadi persoalan ketika sudah berada di ruang publik. Anda akan sangat sulit mengenali orang yang bercadar terutama ASN yang menjadi pelayan masyarakat.

Dan menutup tulisan ini sebagai sesama manusia, marilah kita memahami sesuatu dari diri kita sendiri. Tidak usahlah berkoar-koar menolak liberalisme padahal kita sendiri adalah penganutnya. Mungkin kita menolak pakaian minim, pemahaman agama yang berbeda, orientasi seks yang tidak umum, karena kita tidak berada di posisi itu. Padahal garis besarnya sama-sama memperjuangkan hak atas diri sendiri yang bebas tanpa intervensi negara dan itulah paham liberalisme. Jadi mau tidak mau, anda sebenarnya sudah merupakan bagian dari liberalisme walaupun enggan mengakuinya bahkan menolaknya.




Comments