CADAR TIDAK SESAKRAL YANG KALIAN KIRA


Geger persoalan pengaturan penggunaan cadar di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menuai kontroversi menimbulkan perdebatan di masyarakat. Saya terlebih dahulu akan membuka diskusi ini apakah benar cadar sesakral yang kita kira atau bagaimana.

Cadar ada yang mengidentikkan dengan islam yang dianggap sebagai pakaian muslimah. Jika kita ingin mengambil sumber primer yaitu Al Quran, maka kewajiban perempuan untuk menutup aurat yaitu sebagai berikut:

“… Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan jangan lah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka …” (QS 24:31)

Artinya yang diperintahkan untuk ditutup kain kudung adalah dadanya. Sementara wajah tidak disebutkan. Kemudian yang harus diperhatikan juga adalah Al Quran dan Hadist selalu harus bersesuaian. Sehingga mari kita lihat bagaimana penjelasan hadist tentang cadar itu sendiri.

“Rasulullah SAW melarang menutup mulutnya ketika shalat.” (HR Ibnu Majah)

“Dari Ibnu Abbas ia berkata “Nabi SAW bersabda,”Aku diperintahkan untuk melaksanakan sujud dengan tujuh tulang (anggota sujud): kening – beliau memberi isyarat dengan tangannya menunjuk hidung – kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung jari dari kedua kaki dan tidak boleh menahan rambut atau pakaian (sehingga menghalangi anggota sujud).” (HR Bukahari)

“Dari khabbab dia berkata: “Kami berkeluh kepada Rasul SAW perihal shalat di atas kerikil yang sangat panas, namun beliau tidak menggubris keluh kesah kami.” (HR Muslim)

Dari hadist di atas disebutkan bahwa menutup wajah dalam hal ini cadar akan menghalangi seseorang untuk shalat. Sehingga ketika ada yang mengidentikkan cadar dengan ajaran islam, maka hal ini sangat susah diterima oleh akal sehat. Jika cadar itu ajaran islam, mengapa pada saat kita shalat kita dilarang menutup mulut. Bukankah pada saat kita shalat harusnya menutup aurat. Sehingga dapat pula dipahami bahwa wajah bukanlah aurat karena dengan menutup wajah berarti menutup mulut dan bukankah Rasul SAW melarang kita untuk menutup mulut ketika shalat.

Apakah cadar masih bisa dikatakan ajaran islam ketika pelaksanaannya justru menghalangi pelaksanaan syariat lainnya. Adalah hal yang sulit diterima akal sehat ketika ada dua syariat yang akan bertentangan ketika dilakukan bersamaan. Itu belum lagi ditambah oleh fakta bahwa cadar yang identik dengan menutup mulut dan hidung juga dilaksanakan oleh kaum Yahudi Konservativ. Artinya cadar juga digunakan sebagai “aksesoris keagamaan” oleh pemeluk agama lain.

Kemudian lanjut tentang kontroversi pelarangan cadar ASN. Sebenarnya ada narasi yang salah disampaikan oleh media. Bahwa yang rencana akan dilarang dalam hal ini kepada ASN tidak hanya cadar saja. Tetapi yaitu beberapa akessoris yang digunakan seperti helm, masker, dan penutup muka seperti cadar demi alasan keamanan.

Dalam hal pelayanan publik, sekiranya kontak yang menampilan muka antara ASN dengan  masyarakat itu sangat perlu. Artinya ketika itu berhubungan dengan kepentingan publik, maka antara dua orang atau lebih yang sedang berkomunikasi harus saling mengenal minimal wajah. Jika di kemudian hari ada hal-hal yang tidak diinginkan seperti kejahatan atau kerugian tertentu yang ditimbulkan dari interaksi tersebut, maka akan sangat mudah dilacak jika wajah dari ASN tersebut kelihatan. Bagaimana sekiranya ada kerugian yang ditimbulkan tetapi kita tidak tahu dengan siapa kita berinteraksi.

Kemudian benarkah melarang seseorang bercadar di lingkungan ASN sama saja dengan melarang seseorang mengkespresikan kebebasan beragamanya. Ini banyak disurakan oleh kader partai yang memiliki afiliasi gerakan dengan organisasi-organisasi radikal. Mereka mungkin lupa bahwa organisasi afiliasi mereka adalah elemen yang justru paling tidak menghargai ekspresi kebebasan beragama golongan tertentu. Dimana suara kader partai ini ketika muslim syiah di Sampang diusir dan belum kembali hingga sekarang hanya karena memiliki pemahaman keagaman yang berbeda. Bukankah perbedaan pemahaman keagamaan adalah kebebasan ekspresi keagaman. Apakah juga selama tujuh tahun kalian tuli bahwa sekelompok orang menjadi pengungsi di negerinya sendiri hanya karena berusaha mengekspresikan kebebasan beragamanya.

Atau yang terdekat ketika peringatan Asyura 10 Muharram banyak ormas radikal dan intoleran yang berusaha menggagalkan di berbagai daerah. Bukankah itu adalah bentuk ekpresi kebebasan beragama. Bukankah yang dikenang adalah syahidnya cucu tersayang nabi Muhammad SAW yaitu Husain bin Ali. Terus mengapa taring kalian tidak sekencang ini. Ataukah kalian tidak cinta dengan cucunda Nabi SAW tersebut.

Bagi saya apa yang kalian sampaikan hanyalah omong kosong dan mencari sensasi saja. Niat kalian tidak tulus dan cenderung oportunis. Saya mau lihat reaksi kalian perihal Maulid Nabi Muhammad SAW nanti. Beranikah kalian melawan para takfiri yang suka membidahkan peringatan maulid dan memberi tahu mereka bahwa ini adalah ekspersi kebebasan beragama. Kalau ini saja tidak bisa kalian lakukan, bagaimana mungkin kalian bisa memahami bahwa apa yang dilakukan oleh Ahmadiyah itu bagian dari ekspresi kebebasan beragama. Itu belum lagi kegiatan lain seperti tahlilan, yasinan, yang mungkin saja kalian anggap bidah.

Kembali ke pembahasan pelarangan cadar di lingkunan ASN, saya pikir langkah ini sudah tepat karena setiap instansi punya aturan tersendiri. Sederhananya begini, ketika kita memasuki sebuah rumah maka kita harus mematuhi aturan yang ditetapkan oleh pemilik rumah tersebut. Begitupun dengan instansi pemerintahan. Jika tidak ada aturan pembatasan, maka yang terjadi adalah kekacauan. Orang akan seenaknya saja datang ke kantor menggunakan busana sesuai yang dia mau kenakan. Si A misalnya menggunakan cadar, si B misalnya menggunakan pakaian You Can See, dan si C misalnya menggunakan celana pendek. Maka terjadilah kekacauan karena tidak ada aturan yang mengikat. Jika kita tidak boleh melarang cadar, berarti kita juga tidak boleh melarang orang lain menggunakan pakaian You Can See maupun celana pendek. Demi keadilan. Bukan begitu?




Comments