Di
tengah panasnya perdebatan tentang RKUHP, saya sempatkan berjalan-jalan ke
Pantai Losari mencari bakso bakar. Maklum karena istri sangat menyukai bakso
bakar yang dijual di anjungan Pantai Losari. Seperti biasa saya menyapa penjual
disitu dan menyatakan maksud untuk membeli bakso bakar yang ia jual. Kami pun
berdialog dalam bahasa Makassar karena saya tau dia orang Makassar.
“Bakso
bakarta di’, rua (tolong bakso bakarnya dua)”. Begitu ucapku.
“
Iyye (iyya)”. Balasnya.
Sambil
menyiapkan bakso bakar yang kami pesan, si penjual sempat berbicara dengan
penjual lainnya.
“Kamma-kamma
anne punna janda tawwa nitarungkui rua taung”. (Sekarang kalau kamu janda akan
dipenjara dua tahun). Dia memulai pembicaraan.
“Ballassi
maka katte punna tenamo jodohta”. (Repot bagi kita yang sudah tidak punya
jodoh). Balas temannya.
“Sambarang
mentong napare anjo Jokowi”. (Memang sembarang yang dibuat sama Jokowi). Balasnya
lagi.
Mendengar
pembicaraan itu, saya pun mencoba untuk menjelaskan apa sebenarnya yang ada di
RKUHP.
“Tena
tawwa bu pasal kammanjo. Masa la nitarungkui punna janda nampa tena na
bunting?”. (Tidak ada bu pasal seperti itu. Masa janda akan dipenjara jika
tidak menikah lagi). Bahasaku memulai.
“Singkammaji
anjo nia tong akkana punna bainea assulu bangngi la nidenda tongi. Padahal
tena.”. (Sama juga ada yang berkata jika perempuan keluar malam akan dipidana
denda. Padahal tida ada). Lanjutku menjelaskan.
“Jari
anjo ri media sosialka bu jai mentongi kabara paballe-balle. Nampa anjo tong
kodina ka ia ngaseng apa-apayya Jokowi nicini salah. Padahal anjo nikanayya
RKUHP bate parena anggota DPR ka. Tiai tawwa Jokowi ka memang aturanna negarata
kammanjo ibu.”. (Jadi itu di media sosial memang banyak berita bohong ibu. Baru
celakanya lagi, semua yang terjadi dilihat sebagai kesalahan Jokowi. Padahal
yang dikatakan RKUHP itu adalah buatan dari DPR. Bukan Jokowi karena konstitusi
negara kita seperti itu bu.). Kutambahkan penjelasannya.
“Tiai
tawwa Jokowi di’. Ka tena ku issengi nakke.”. (Oh, jadi ternyata bukan Jokowi
ya. Maaf saya tidak tahu). Balas si ibu.
“Anjo
poeng RKUHPya bu, tiai tu sambarang appare. Anggota DPR siagangi tim ahlina,
siagang tongi professor. Jari sanging tu caradde bu”. (Itu juga RKUHP tidak
dibuat sembarang orang bu. Anggota DPR bersama tim ahlinya dan beberapa professor.
Jadi orang pintar ibu). Balasku coba mengakhiri pembicaraan.
Setelah
menjelaskan panjang lebar secuil tentang RKUHP, akhirnya bakso bakarnya pun
jadi dan saya membayarnya. Si ibu penjual dan temannya menerima uang saya
sambil menyampaikan terima kasih karena telah dijelaskan tentang RKUHP termasuk
apakah benar janda akan dipenjara dan perempuan yang keluar malam akan dipidana
denda.
Tulisan
di atas adalah pengantar sebelum kita mencoba untuk membahas beberapa aturan di
RKUHP yang dianggap kontroversi oleh sebagian masyarakat. Membaca pengantar di
atas memberikan gambaran kepada kita kondisi masyarakat awam termasuk beberapa
masyarakat perkuliahan dalam menerima informasi. Beberapa masyarakat kita
terlalu reaktif menanggapi isu yang tidak berbanding lurus dengan minat
bacanya. Artinya berada dalam kondisi miskin literasi. Padahal membaca akan
menjadi sangat penting sebagai senjata dalam memahami masalah secara
menyeluruh.
Comments
Post a Comment