RKUHP INI TIDAK SEKONYOL YANG KALIAN KIRA

Saya ingin memulai tulisan ini dengan mengapresiasi mereka yang telah berusaha membuat sebuah Rancangan Kitab Undang Hukum Pidana buatan bangsa sendiri. RKUHP ini sendiri telah lama digodok dan tidak tiba-tiba jadi. RKUHP ini juga sudah melaui pembahasan yang diuji para akademisi dengan mempertimbangkan berbagai aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sekadar informasi, KUHP yang kita gunakan sekarang adalah warisan hukum dari kolonial Belanda yaitu Wetboek van Strafrecht Voor Nederlandsch-Indie yang berlaku sejak tahun 1918. Sebagai bangsa Indonesia tentu sangat bangga dengan hal ini karena kita perlahan-lahan akan meninggalkan jejak inlander kita. Sehingga secara aspek hukum bangsa ini benar-benar telah mandiri.

Selanjutnya mari kita bahas pasal-pasal apa saja yang kontroversi dalam RKUHP ini dan benarkah pasal tersebut sekonyol yang dipahami oleh beberapa masyarakat?

Saya awali dari pasal perzinahan. Bunyi pasalnya itu sebagai berikut:
Pasal 418
1.      Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II;
2.      Tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuai atas pengaduan suami, istri, orang tua atau anak

Saya melihat yang menolak pasal ini secara ideologis dari kaum liberal yang ingin melakukan pergaulan bebas. Bahkan di beberapa demonstrasi saya melihat mereka begitu lantang menyuarakan “selangkanganku bukan milik negara”. Ia mungkin lupa jika negara ini memiliki pancasila yang pada sila pertama berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang berarti masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Dalam agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia tidak memperbolehkan perzinahan. Sehingga muncul pertanyaan sudah sebebas inikah masyarakat dan mahasiswa kita padahal pelajaran agama sampai di jenjang perguruan tinggi masih diajarkan.

Lagian jika memang dibaca secara mendetail, di ayat 2 menjelaskan harus ada pengaduan. Artinya pasal ini delik aduan yang tidak akan dapat diproses jika tidak ada pengaduan dari pihak terkait. Sehingga yang patut digaris bawahi adalah akan ada konsekuensi pidana jika ada yang merasa dirugikan dalam hal ini suami, istri, orang tua, maupun anak. Sementara kelompok lain yang menolak pasal ini adalah mereka yang membenci pemerintah. Mereka lebih bersifat pragmatis dengan menunggangi demonstrasi ini. Mereka yang biasanya menggunakan simbol agama justru menampar muka mereka sendiri dengan menolak pasal “beragama” ini.

Selanjutnya pasal pemerkosaan dipenjara 12 tahun. Bunyinya seperti ini.
Pasal 479
1.      Setiap orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Pasal ini dimaksudkan untuk melindungi perempuan dari KDRT walaupun kekerasan yang dimaksud secara umum bisa dilakukan oleh pria maupun wanita. Di undang-undang ini jelas redaksi yang digunakan bersifat umum dan sangat berbeda dengan yang berkembang di luar yang menggunakan narasi “suami perkosa istri”. Penggunaan narasi semacam itu mencoba memplintir keutuhan bunyi undang-undang.

Kembali ke persoalan hubungan suami istri, coba kita berpikir ketika ada seorang suami yang lagi ingin bersetubuh tetapi di saat yang bersamaan si istri lagi sakit atau haid, tetapi si suami tetap memaksa dan menggunakan kekerasan. Bukankah perbuatan tersebut sudah dapat dikategorikan KDRT karena ada unsur kekerasan. Bukankah aturan ini sudah sesuai dengan UU no. 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT. Maka adalah hal yang sangat konyol jika bahkan ada sekelompok ibu-ibu yang memprotes ini padahal ini dilakukan demi kepentingan perempuan. Ingat, aturan ini bukan dimaksudkan untuk melarang anda bersetubuh dengan suami anda, tetapi mengatur suami anda agar penyaluran hasratnya tidak mengakibatkan kerugian pada orang lain.

Pasal aborsi. Bunyi aturannya seperti ini:
Pasal 469
1.      Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
2.      Setiap orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

Dalam hukum ada beberapa asas dan salah satu asasnya adalah asas lex specialis derogat legi generali yang berarti jika ada suatu perbuatan yang diatur secara khusus di luar dari KUHP, maka KUHP itu bersifat umum terhadap peraturan yang bersifat khusus tersebut. Aturan tentang aborsi secara mendetail telah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Pasal 75:

1.      Setiap orang dilarang melakukan aborsi;
2.      Larangan dikecualikan bagi kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

Jadi terkhusus untuk korban perkosaan tidak akan dikenakan pidana jika melakukan aborsi berdasarkan asas lex specialis derogat legi generali. Kemudian yang saya mau garis bawahi kembali adalah narasi tentang pasal ini yang beredar di masyarakat kembali diplintir. Narasi yang banyak berkembang adalah “korban perkosaan aborsi dipidana penjara”. Padahal aturannya tidak sekejam itu.

Kemudian tentang pasal bergelandangan.
Pasal 431
Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.

Pasal ini menjelaskan ada jika bergelandangan yang bisa dikenakan pidana adalah bergelandangan yang merugikan kepentingan umum (delik materil). Harus ada akibat yang ditimbulkan baru dapat dipidana. Apabila ada gelandangan dan tidak menggaggu kepentingan umum, maka anda tidak akan dipidana. Sebenarnya aturan ini juga sudah ada di KUHP yang sekarang kita gunakan sehingga agak aneh ketika baru sekarang dipersoalkan. Apakah jiwa kritis memilih-milih siapa presidennya?

Selanjutnya pasal unggas.
Pasal 278
Setiap orang yang membiarkan unggas yang diternakkannya berjalan di kebun atau di tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.

Bagi saya pasal ini sudah sangat proporsional dan berkeadilan terutama masyarakat pedesaan yang punya perkebunan atau persawahan. Saya punya keluarga di kampung. Suatu saat ia minta dicarikan senjata yang akan digunakan untuk mengusir hewan penggganggu kebun terutama di malam hari. Artinya bagi pekebun dan petani, hewan yang masuk ke dalam lahan yang telah ditanami benih akan sangat mengganggu. Produktivitas bisa berkurang sehingga saya melihat aturan ini hadir untuk memberikan rasa keadilan bagi petani dan pekebun di kampung-kampung.

Selama ini mereka akan sulit berbuat banyak ketika ada yang merusak lahannya selain mengusirnya jika hewan tersebut adalah peliharaan tetangga. Mungkin jika hewan liar yang dibunuh tidak akan menjadi masalah, nah bagaimana jika hewan peliharaan tetangga? Itulah mengapa aturan ini muncul untuk memberikan tanggung jawab kepada setiap pemilik hewan ternak agar dapat menjaga hewan ternaknya sehingga tidak merugikan orang lain. Sesimpel itu aturannya dan tidak sekonyol seperti beberapa gambar sindiran di media sosial yang sebenarnya salah alamat. Sindiran ayam di kota yang lompat pagar dan masuk ke halaman tetangga dianggap memenuhi pasal ini. Padahal seperti kata pepatah “Jaka Sembung bawa golok”.

Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dengan redaksi sebagai berikut:
Pasal 218
1.      Setiap orang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana paling banyak kategori IV;
2.      Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) jika perbuatan dilaukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Penjelasannya disini termasuk menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik ataupun pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah. Jadi sangat jelas jika yang dimaksud disini adalah hinaan hingga berujung fitnah.

Jika anda mengatakan saya gagal dalam bekerja itu adalah kritikan. Sedangkan jika anda katakan saya keturunan ayam, maka itu adalah bantuk hinaan. Saya rasa jangankan presiden, orang tua kita saja ketika ada yang menghinanya pasti kita tidak akan terima. Apalagi ini adalah seorang Presiden dan Wakil Presiden. Dan tambahannya pasal ini delik aduan sesuai sambungan di Pasal 220 ayat 1 dan 2. Artinya akan dilakukan proses hukum jika ada aduan langsung dari presiden maupun wakil presiden yang bersangkutan.

Terakhir yang saya ingin katakan, RKUHP dalam beberapa pasalnya selalu berbicara pidana maksimal. Artinya hukuman yang diberikan bisa dibawah dari itu. Hal ini sanga penting untuk dipahami sehingga tidak menimbulkan ketakutan dan kekonyolan yang berlebih-lebihan di dalam masyarakat.

Comments