SEJAK KAPAN KAU MENGENAL ISTILAH PERSEKUSI


Istilah persekusi kembali marak belakangan ini. Hal ini tidak terlepas dari beberapa peristiwa penolakan deklarasi #2019GantiPresiden di beberapa daerah. Para relawan #2019GantiPresiden menganggap bahwa tindakan penolakan ini dapat dikategorikan sebagai tindakan persekusi dan menciderai kebebasan berpendapat. Keinginan seseorang atau sekelompok orang untuk menyuarakan sebuah pendapat tentu di dalam negara demokrasi seperti Indonesia harus dijunjung tinggi sebagaimana konstitusi kita menjamin. Tetapi di sisi lain hal yang harus diingat bahwa kebebasan menyatakan pendapat di muka umum memiliki aturan turunan sehingga kebebasan yang dimaksud disini bukanlah kebebasan yang mutlak.

Tanda pagar #2019GantiPresiden memang bukanlah hal yang dilarang sebagai sebuah pilihan dalam menentukan pendapat, tetapi ketika hal ini dimobilisasi hingga mengakibatkan terjadinya benturan di tengah masyrakat seperti penolakan di Riau dan Surabaya, maka deklarasi seperti ini harus ditanggapi secara proporsioanl oleh pihak keamanan dalam hal ini kepolisian demi menghindari terjadinya konflik horizontal. Jadi tidak benar bahwa pembubaran deklarasi yang terjadi adalah sebuah bentuk persekusi.

Makanya agak mengherankan jika isitilah persekusi ini yang digunakan. Saya lebih menganggap ini hanyalah bentuk dari sebuah “playing victim” atau mencoba menggambarkan sebagai pihak yang menjadi korban. Jadi seolah-olah mereka yang hendak menyelenggarakan deklarasi ini adalah korban persekusi. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya karena harmonisasi yang selama ini telah terbangun di sebuah daerah dan telah terjalin lama tiba-tiba ingin dibenturkan satu dengan lainnya sehubungan dilaksanakannya deklarasi ini. Bahasa sederhanya, jika memang ini murni dari keinginan dari masyarakat setempat mengapa orator deklarasi ini didatangkan dari daerah lain. Narasi dan diksi yang coba dikembangkan dengan adanya keprihatinan tentang kepemimpinan nasional tidak lebih dari sebuah propaganda belaka. Jika pula sekarang dikatakan bahwa hidup susah, maka hal ini berkontradiksi dengan para aktor dari deklarasi ini sendiri. Jika memang seperti itu, toh yang menjadi motor penggerak dari deklarasi ini bepergian keliling dengan menggunakan pesawat. Bukankah bepergian jauh dengan menggunakan pesawat membutuhkan biaya yang sangat besar. Jadi ada semacam kontradiksi internal disini. Di satu sisi dikatakan bahwa hidup sekarang susah, di sisi lain justru menghamburkan uang demi menyukseskan gerakan #2019GantiPresiden ini.

Kemudian kembali ke istilah persekusi, kita harus mencoba mengingat kembali bahwa kejahatan semacam ini lebih didominasi oleh sentimen primordial daripada sentimen politik. Para penggagas dan penggerak #2019GantiPresiden mungkin lupa bagaiamana hak beragama dan berkeyakinan di negeri ini justru banyak dihalang-halangi terutama mereka yang minoritas. Kebebasan beragama dan berkeyakinan ini sendiri telah dijamin di dalam konstitusi kita di UUD 1945 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi’

“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”

Jika kita berdasar pada aturan ini, maka persekusi terhadap warga ahmadiyah sudah seharusnya tidak terjadi. Rumah mereka dibakar bahkan hingga saat ini mereka menjadi pengungsi di negeri sendiri. Inilah sebenar-benarnya yang dikatakan persekusi. Hidup sebagai warga kelas dua di negara ini yang tidak mendapat hak dasar untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Gerakan ahmadiyah bukanlah gerakan mobilisasi di tempat umum untuk mengganggu ketertiban. Gerakan mereka hanyalah murni ekpresi kebebasan dalam menafsirkan agama yang telah dijamin konstitusi. Hal yang sama juga dialami oleh kaum syiah Sampang yang hingga kini menjadi pengungsi di negara sendiri. Mereka terusir, ada dari pihak mereka yang terbunuh, bahkan pimpinan kelompok mereka dipenjara. Padahal mereka tidak mengganggu keyakinan orang lain. Dan juga mereka tidak melakukan mobilisasi massa secara terbuka. Inilah definisi sebetulnya dari persekusi.

Jadi sekali lagi ingin saya tekankan, apa yang terjadi terhadap pelarangan deklarasi #2019GantiPresiden bukanlah tindakan persekusi melainkan sebuah upaya untuk menghindari konflik horizontal yang bisa terjadi. Tidak ada pengusiran dari tanah sendiri, tidak ada pembunuhan, tidak ada pembakaran rumah, tidak ada yang kehilangan pekerjaanya, tidak ada yang dipenjara, tidak ada yang menjadi pengungsi di negeri sendiri. Para pendukung #2019GantiPresiden harusnya sadar bahwa persekusi yang sebenarnya adalah tindakan kesewenang-wenangan terhadap ahmadiyah dan syiah serta minoritas lainnya yang masih menjadi warga kelas dua. Sehingga propaganda persekusi yang dilekatkan bagi mereka terlalu berlebihan dan tidak proporsional.




Comments