Di
tengah meningkatnya eskalasi ketegangan Rezim Zionis Israel terhadap warga Palestina,
suara dukungan untuk kemerdekaan Palestina terus bergemuruh. Dukungan itu tidak
hanya disuarakan di wilayah Arab maupun Timur Tengah, bahkan di Eropa, Amerika,
hingga di daerah Asia Tenggara termasuk Indonesia dukungan ini terus mengalir.
Bukan pula hanya dari kalangan muslim saja, tetapi bahkan dari kalangan yahudi
sendiri banyak yang mengutuk kekejaman Rezim Zionis Israel terhadap warga Palestina.
Bahkan bukan hanya mengutuk kekejamannya, beberapa gerakan yahudi justru
menolak keberadaan Rezim Zionis Israel.
Banyaknya
dukungan ini tidak hanya didasari pada persamaan agama maupun ras saja, tetapi
kekejaman yang dilakukan oleh Rezim Zionis Israel terhadap warga Palestina
adalah kekejaman yang tidak bisa ditolerir. Bayangkan saja bagaimana mereka
melakukan perampasan tanah, pendudukan lahan pertanian, pengusiran penduduk lokal,
hingga pembunuhan massal. Kekejaman ini bahkan tidak kalah hebat dari kekejaman
holocaust yang bahkan sebagian peneliti masih menganggapnya sebagai sesuatu
yang dilebih-lebihkan dalam hal korbannya bahkan ada yang menganggapnya hanya
dongeng belaka. Hingga saat ini, ada jutaan imigran gelap yahudi baik dari Eropa,
Amerika, maupun dari daerah lain yang telah merampas tanah dan lahan warga lokal
Palestina. Sehingga mereka menjadi pengungsi di negara tetangga bahkan angkanya
mencapai jutaan orang. Inilah kebiadaban sesungguhnya yang dilakukan oleh Rezim
Zionis Israel atas nama agama dan tameng holocaust sehingga menyisakan
penderitaan yang berkepanjangan bagi warga Palestina.
Terkhusus
bagi Indonesia, kekejaman seperti yang dilakukan oleh Rezim Zionis Israel
terhadap Palestina juga terjadi disini dengan lakon cerita yang hampir sama
hanya berbeda pada posisi pelaku dan korban. Motif sentimen agama menjadi
pemantik kekejaman ini. Jika Rezim Zionis Israel menganggap dirinya sebagai
bangsa pilihan Tuhan sehingga dengan seenaknya mengusir warga Palestina bahkan
tidak segan-segan membunuhnya, hal ini juga terjadi di Sampang, Madura, Jawa Timur.
Peristiwa yang terjadi beberapa tahun silam ini ditandai dengan adanya sekelompok
masyarakat yang merasa sebagai perwakilan Tuhan melakukan pengusiran hingga
pembunuhan kepada sekelompok masyarakat lainnya dengan alasan “sesat”. Harta
mereka sebagai kelompok yang dianggap “sesat” maka halal untuk dirampas termasuk
ternak sebagai mata pencaharian mereka pun dibakar. Potret kekejaman ala Zionis jelas terpampang disini. Kita mungkin terlalu
jauh peduli dengan saudara-saudara kita di Palestina dan itu memang tuntutan
kemanusiaan, tetapi ironisnya Palestina kecil yang bernama Sampang terlupakan.
Persekusi
atas nama agama yang dilakukan oleh mereka tidak ubahnya seperti kekejaman yang
dilakukan oleh Rezim Zionis Israel atas Palestina. Para warga Sampang yang
terusir ini dan hingga kini masih menjadi pengungsi di Sidoarjo, Jawa Timur,
menjadi contoh miris tindakan sewenang-wenang terhadap golongan tertentu.
Dengan dalih sesat dan penistaan agama, para warga Sampang ini harus terusir
dari tanah sendiri. Padahal negara ini telah menjamin kebebasan beragama dan
berkeyakinan termasuk bagaimana menafsirkannya. Mari kita lihat lagi dasarnya
di konstitusi kita UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2 yang berbunyi:
“Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu”
Pasal
ini sangat gamblang menjelaskan bahwa menganut agama dan kepercayaan serta
penafsiran ibadahnya adalah hal yang paling asasi dan dilindungi oleh
undang-undang. Konstitusi ini adalah rumusan panjang para pendiri bangsa
sehingga harusnya dapat diterapkan kepada seluruh warga Indonesia tanpa
terkecuali dan dengan begitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat
tercapai. Pasal ini juga menjelaskan bahwa tidak ada satupun elemen di negara
ini baik itu pemerintah, orang perorangan maupun kelompok yang berhak
mempersekusi dan mempersoalkan keyakinan orang lain. Sehingga apa yang terjadi
di Sampang sebenarnya adalah pelanggaran terhadap konstitusi karena telah
mengagresi keyakinan seseorang. Padahal sejatinya keyakinan terhadap agama dan
kepercayaan adalah hal yang dijamin oleh negara.
Bisa
dibayangkan jika ada kelompok tertentu yang punya hak mengagresi dan
mempersekusi orang lain hanya karena perbedaan penafsiran agama. Tentu benturan,
baik dengan skala kecil maupun yang besar akan sulit terhindarkan. Padahal
sejatinya setiap orang memiliki pemahaman berbeda terhadap agama dan itu adalah
fitrah. Selama tidak menyerang kepercayaan penganut agama lain, maka hal itu
sah-sah saja sesuai dengan tingkat pemahaman seseorang. Ciri Indonesia sebagai negara
hukum dan bukan negara agama justru memperkuat legitimasi seseorang untuk
berbeda keyakinan dengan pemahaman yang lebih mayoritas selama itu tidak
dilakukan dengan menyerang keyakinan yang lain.
Contoh
kasus Sampang hanyalah sebagian kecil dari berbagai kasus persekusi yang
dilakukan oleh kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya hanya dikarenakan
perbedaan penafsiran agama. Tindakan ini sekali lagi saya katakan tidak ubahnya
seperti kekejaman yang dilakukan oleh Rezim Zionis Israel terhadap warga Palestina.
Selain Sampang, Palestina-Palestina kecil banyak terjadi di Indonesia.
Peristiwa penyerangan terhadap warga ahmadiyah di NTB yang hingga kini menjadi
pengungsi di negeri sendiri tidak kalah ironis. Dan dengan kejadian ini pemerintah
daerah setempat sebenarnya tidak menjalankan amanah konstitusi dengan baik
bahkan ironisnya itu masih berlangsung hingga sekarang. Ibarat PBB, pemerintah
daerah baik di Sampang, Madura, Jawa Timur maupun di NTB hanya menjadi penonton
terhadap pelanggaran konstitusi ini.
Seperti
kegagalan PBB yang hingga saat ini belum bisa mengembalikan tanah Palestina
yang dirampas oleh Rezim Zionis Israel, begitu pula dengan pemerintah Jawa Timur
dan pemerintah NTB yang belum bisa mengembalikan pengungsi ini kembali ke kampung
halaman mereka. Padahal sama seperti warga Palestina, mereka warga Sampang dan
NTB adalah warga yang sudah lama tinggal disana dan merupakan tanah mereka
sendiri. Tetapi ironisnya mereka terusir dari tanah dan lahan mereka yang
disebabkan oleh sentimen agama, persis bualan Israel terhadap Palestina tentang
bangsa pilihan Tuhan. Baik Israel maupun pelaku peneyerangan di Sampang dan NTB
telah melampaui wewenang Tuhan untuk bertindak atas nama agama yang
ujung-ujungnya justru membuat pihak lain menderita. Sehingga tidak salah jika
mereka ini sama saja dalam memahami agama, hanya waktu dan tempat saja yang
berbeda.
“Jika
Palestina terlalu jauh untukmu, maka tengoklah Sampang dan NTB karena dua
daerah ini adalah Palestina kecil yang terlupakan oleh bangsanya sendiri”
Comments
Post a Comment