MENGENAL SISTEM PEMERINTAHAN KERAJAAN GOWA


Salah satu ciri sebuah kerajaan adalah adanya sistem pemerintahan yang terbentuk. Kerajaan Gowa sebagai salah satu kerajaan besar di masa lampau telah menerapkan sistem pemerintahan yang baik dan menyerupai sistem ketatanegaraan yang modern. Adapun sistem yang diterapkan adalah sebagai berikut.

Diawali dengan jabatan “pabbicarabutta”. Jabatan ini mirip dengan jabatan mangkubumi atau mahapatih di kerajaan hindu-budha. Pada era modern ia bisa juga disebut sebagai perdana menteri. Pabbicarabutta juga biasa dijuluki sebagai baliempona sombayya ri gowa atau yang berarti teman duduknya raja di Gowa. Tugas utama dari seorang pabbicarabutta memegang dan mengendalikan pemerintahan ketika raja yang baru dilantik belum cukup umur. Seperti contoh ketika raja Gowa ke-13 yaitu Karaeng Tunipasulu yang naik takhta pada umur 15 tahun. Karena umurnya yang belum cukup, maka pabbicarabutta untuk sementara memegang pemerintahan sampai dirasa sang raja sudah cakap. Pabbicarabutta dalam kesehariannya menjadi teman dekat raja dalam mengambil keputusan, karena pertimbangannya sangat mempengaruhi kebijakan sang raja.

Posisi ini tercatat tiga kali diduduki oleh raja dari kerajaan Tallo, yaitu I Mappatakangkang Tana Daeng Padulu Karaeng Patingalloang Tumenanga ri Makkoayang sebagai raja Tallo ke-4, I Malingkaang Daeng Manyonri Karaeng Kanjilo Sultan Abdullah Awwalul Islam Tumenanga ri Agamana sebagai raja Tallo ke-6, dan I Mangadacinna Daeng Sitaba Kareang Pattingalloang Sultan Mahmud Tumenanga ri Bontobiraeng sebagai raja Tallo ke-8. Beliau-beliau ini bersama-sama dengan raja Gowa dalam memerintah kerajaan Gowa dan harus selalu beriringan dalam kebijakan.

Jabatan selanjutnya disebut sebagai “Tumailalang Toa” yang fungsinya untuk era modern ini mirip fungsi dari seorang duta besar. Secara etimologi dalam bahasa Makassar, kata tumailalang berarti orang dalam dan toa berarti yang tua. Pekerjaanya adalah menyampaikan pesan atau perintah raja kepada dewan adat bate salapang, kepala-kepala wilayah di luar anggota dewan adat, dan kepada bate anak karaeng yang ditempatkan di kerajaan bawahan. Selain itu tumailalang toa juga bertugas membantu pabbicarabutta dalam menjaga tata tertib dan mandat dari raja Gowa.

Jabatan lainnya adalah “Tumailalang Lolo”. Tumailalang yang berarti orang dalam dan lolo yang berarti muda memiliki fungsi yang mirip dengan tumailalang toa. Hanya saja pejabat ini tindakannya lebih pasif dan selalu dekat dengan raja. Selain itu pemangku jabatan ini bertugas menampung usul dari dewan adat dan menyampaikannya kepada raja. Tugas lainnya yaitu melaksanakan segala perintah raja yang menyangkut pekerjaan rumah tangga istana. Dan ketika dalam keadaan perang, tumailalang lolo juga berhak untuk ikut rapat persiapan perang baik mengenai keadaan logistik maupun pematangan strategi.

Jabatan berikutnya adalah “Anrongguru Lompona Tumakkajannangnganga” yang merupakan jabatan setara penglima perang. Meskipun raja tidak selalu harus ikut berperang, tetapi untuk kasus-kasus heroik seperti yang dilakukan Sultan Hasanuddin, tidaklah masalah. Posisi anrongguru lompona tumakkajannangnganga tetap sebagai panglima dan harus berkolaborasi bersama raja dan memimpin perang. Dalam situasi non perang, jabatan ini berfungsi mirip dengan menteri pertahanan pada saat sekarang ini. Apabila ada individu maupun sekelompok masyarakat yang hendak melakukan pemberontakan, maka anrongguru lompona tumakkajannangnganga akan melakukan penertiban terhadap gerakan pemberontakan ini walaupun harus dtempuh dengn jalan kekerasan. Selain itu tugas dari anrongguru lompona tumakkajannangnganga menjaga keselamatan raja dan keluarganya mirip dengan fungsi pasukan pengawal presiden (Pasmpamres) di Indonesia.

Kemudian ada juga jabatan yang disebut sebagai “Bate Anak Karaeng” yang merupakan raja di wilayah lain tetapi masih dalam kekuasaan kerajaan Gowa. Bate anak karaeng diambil dari putra-putra mahkota kerajaan Gowa yang ditugaskan menjadi raja bawahan. Umumnya yang ditunjuk adalah mereka yang berprestasi dan kedudukan mereka bahkan lebih tinggi dari kedudukan dewan adat. Lima jabatan ini umumnya hanya diduduki oleh para bangsawan kerajaan Gowa. Tetapi ada juga jabatan yang memiliki fungsi strategis di kerajaan Gowa tetapi pemangkunya berasal dari orang di luar bangsawan Gowa. Adapaun jabatan itu diantaranya:

1 Lomo Tukajannangang yang berfungsi sebagai wakil panglima perang
2 Anronggurunna Tumakkajannanganga yang berfungsi sebagai komandan pleton dalam mengatur prajurit baik darat maupun laut
3 Anrongguru Lompona Tu Bontoalaka yang berfungsi juga sebagai komandan pleton terkhusus untuk prajurit rampasan
4 Sabannara yang berfungsi sebagai seperti syahbandar. Jabatan ini berkaitan dengan dengan perekonomian kerajaan. Dialah yang mengurus keluar masuknya kapal-kapal dan perahu-perahu yang singgah di Makassar termasuk mengurusi bea cukai pedagang asing

Kompleksnya sistem pemerintahan yang dibuat kerajaan Gowa pada masa lampau menunjukkan bahwa kerajaan ini sudah memiliki sistem ketatanegaraan yang bagus dan terperinci sehingga tidak salah jika dicirikan sebagai salah satu kerajaan modern yang pernah berdiri di kepulauan nusantara. Itu belum termasuk dengan peninggalan sejarah tertulis seperti huruf lontara, peninggalan benteng pertahanan yang begitu banyak di Makassar, maupun peninggalan ilmu pengetahuan tentang teori kehancuran negara yang pernah dikemukakan oleh I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang. Dan bagi mereka suku Makassar, hal ini tentulah adalah hal yang membanggakan.




Comments

Post a Comment