Untuk
memahami problematika tenaga kerja asing yang masuk di Indonesia, ada baiknya
kita melihat dari berbagai sisi. Banyak hal yang harus kita pahami bahwa tenaga
kerja asing tidak hanya dilihat dari kacamata terancamnya lapangan kerja
penduduk lokal yang akan diambil alih oleh mereka para pekerja asing, tetapi
lebih dari itu semua proses globalisasi dan interaksi antar negara menjadi
instrumen yang kuat dalam mempengaruhi masuknya tenaga kerja asing ini.
Mari
kita melihat data seberapa banyak tenaga kerja asing yang ada di Indonesia. Total
ada 74.183 tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia atau sekitar 0,029 %
dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 250.000.000. Ada beberapa negara
yang menjadi penyumbang terbesar bagi tenaga kerja asing di Indonesia
diantaranya ada Cina sebanyak 21.271 atau sekitar 0,008%, Jepang dan lainnya
52.912 atau sekitar 0,021%. Dilihat dari segi persentase jumlah penduduk
ternyata nilanya tidak signifikan dan sangat kecil. Selanjutnya untuk lebih
adil memahami tenaga kerja asing ini, mari kita melihat bagaimana jumlah tenaga
kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Ada di Malaysia sebanyak 2.000.000
pekerja kita dari total 31.000.000 juta warga atau sekitar 6,45%, Hongkong pekerja
kita sebanyak 153.000 dari 7.300.000 total penduduknya atau sekitar 2,09, sedangkan
di Makau ada sebanyak 16.000 pekerja kita dari total penduduk 612.000 atau
sekitar 2,61 %. Justru tenaga kerja kita di luar negeri memiliki angka yang
signifikan dan itupun belum termasuk contoh di beberapa negara lain terutama di
wilayah Timur Tengah.
Dari
data ini jika kita mau jujur melihat bahwa tenaga kerja asing yang berada di
Indonesia secara persentase masih kalah banyak dengan tenaga kerja Indonesia yang
menjadi pekerja di luar negeri. Pertanyaannya kemudian apakah Malaysia pernah
berteriak dan mempersoalkan tenaga kerja asal Indonesia yang jumlahnya mencapai
jutaan di sana dan sangat berpotensi menjadi kekuatan untuk membuat
pemberontakan di sana. Bukankah antara Malaysia dan Indonesia pernah terjadi
konfrontasi di era Presiden Soekarno bahkan ada istilah “ganyang Malaysia”.
Apakah Hongkong, Makau, dan negara-negara tujuan lainnya pernah mengeluarkan
ancaman terhadap tenaga kerja Indonesia. Jawabanyya mungkin saja ada tetapi
tidak seheboh dan sedramatisir disini. Mereka tidak manja dan menyalahkan keberadaan
pekerja asing di negaranya karena mereka yakin bahwa kualitas mereka masih
lebih baik dari pekerja asing. Sehingga tidak ada ketakutan berlebih-lebihan yang
ditunjukkan oleh mereka.
Jadi
sebenarnya yang ditakutkan dari ini semua adalah tentang tenaga kerja asing itu
sendiri yang sebenarnya gelombang masuknya sudah terjadi sejak era
presiden-presiden terdahulu, ataukah ada kepentingan politik yang melatar
belakangi isu ini kembali dimunculkan. Kita bisa lihat bahwa narasi yang
terbangun sekaitan dengan tenaga kerja asing ini lebih kepada tenaga kerja
asing asal negara Cina. Padahal selain Cina, ada banyak tenaga kerja asing yang
bekerja di Indonesia.
Mengapa
yang sering dipersoalkan hanyalah yang identik dengan Cina. Selain tentang isu
tenaga kerja asing yang berasal dari Cina, isu lain seperti telur palsu dari Cina
yang ternayata hoax, presiden kita yang dikatakan keturunan Cina padahal itu
fitnah, uang Rupiah yang digunakan mirip Yuan yang merupakan mata uang Cina
padahal lebih mirip Euro sebagai mata uang Uni Eropa, hingga kerjasama dengan
pemerintahan Cina yang dipersoalkan karena menganggap Cina itu komunis padahal
faktanya negara muslim lainnya yang menjadi idola penolak pekerja asing ini
speerti Arab Saudi telah berinvestasi senilai 870 tirlyun ke Cina dan bahkan nilai ini tidak sebesar
investasi mereka sewaktu Raja Salman berkunjung ke Indonesia. Harus diketahui
bahwa kerjasama antara Indonesia dengan Cina lebih menekankan pada wilayah
ekonomi dan kita tahu sendiri bahwa Cina dari segi ekonomi bukan lagi menjadi negara
komunis. Tetapi telah menjadi raksasa kapitalis baru di Asia bahkan di dunia dan
sudah mulai mengancam status kedigdayaan Amerika Serikat sebagai kekuatan
ekonomi terbesar di dunia.
Selain
harus memperhatikan hal itu, faktor lain yang menjadikan kita untuk mengambil
beberapa tenaga kerja asing adalah kemampuan sumber daya manusia kita. Kita
harusnya lebih fair untuk menerima kenyataan bahwa masih banyak sumber daya
manusia kita yang tidak sebagus dengan pekerja asing baik dari segi kemampuan
kerja maupun dari mental bekerja seperti etos kerja dan kedisiplinan. Kita
ambil contoh di negara lain yang bahkan tenaga kerja asing lebih mendominasi di
sana. Jika anda adalah seorang pecandu Liga Eropa terutama Liga Inggris, maka
kita bisa lihat bagaimana liberalisasi pemin dilakukan di sana. Hampir semua
klub-klub besar di sana seperti Manchester United, Liverpool, Chelsea,
Manchester City hingga Arsenal memiliki pemain asing yang jauh lebih banyak
daripada pemian lokal. Dan apakah para suporter mereka menolak kebijakan dari
klub. Jawabannya tentulah tidak, malah mereka akan menerima dengan tangan
terbuka kepada siapa saja investor yang berani berinvestasi tetapi dengan
syarat mereka harus menghadirkan prestasi. Pemian asing tidak mereka jadikan
sebagai batu sandungan, selama berguna untuk klub maka hal itu wajar-wajar
saja.
Hal
ini sebenarnya dapat menjadi contoh yang untuk kita. Mungkin kita tidak akan
seliberal mereka dalam membuat kebijakan untuk tenaga kerja asing. Tetapi
paling tidak ada pembelajaran yang dibuat bahwa menerima tenaga kerja asing
bukanlah sebuah malapetaka bagi kita. Malahan para tenaga kerja asing itu dapat
memacu kita untuk lebih giat bersaing lagi sehingga diharapkan tenaga kerja lokal
yang terbentuk adalah tenaga kerja yang terampil dan sudah terasah di
lingkungan yang keras. Saya pun tidak keberatan termasuk dengan wacana akan
menggunakan dosen-dosen dari luar negeri untuk menjadi tenaga pendidik di negara
ini. Selama itu bisa meningkatkan kualitas pendidikan kita, saya kira tidak ada
masalah. Seperti juga bagaimana Liga Inggris membuat kebijakan liberalisasi
pemain asing yang dampaknya kita lihat sekarang Liga Inggris menjadi liga
terpopuler di kolong langit ini.
Jadi
hal yang paling penting disini sebenarnya peran pemerintah dalam menetapkan
regulasi yang dapat melindungi pekerja lokal kita tanpa harus menolak kehadiran
pekerja asing. Negara kita adalah negara yang berinterkasi dan memiliki
hubungan dengan negara lain sehingga adalah hal yang wajar jika kita saling
bertukar pekerja. Kita tidak mungkin hidup sendiri dan terisolasi sebagai
sebuah negara di era globalisasi seperti sekarang ini. Coba bayangkan saja, ketika
kita menolak para pekerja asing yang masuk ke Indonesia, maka dipastikan hal
itu akan berimbas juga dengan nasib tenaga kerja kita yang berada di luar
negeri. Jutaan tenaga kerja dari Timur Tengah, Hongkong, Cina, Makau, Malaysia,
dan negara-negara lain akan dipulangkan ke Indonesia sebagai respon jika kita
melakukan pemulangan para tenaga kerja asing. Masyarakat yang jutaan itu akan dipekerjakan
dimana dan siapa yang akan bertanggung jawab. Selain itu devisa yang dihasilkan
para pekerja kita di luar negeri akan terhenti dan imbasnya akan terjadi pada
proses sulitnya pengembalian hutang luar negeri kita.
Inilah
dampak sistemik yang sangat mungkin terjadi di tengah kecerobahan sebagian
masyarakat Indonesia yang menolak pekerja asing. Dan ujungnya-ujungnya yang
akan disalahkan adalah pemerintah dalam hal ini presiden. Jelas sekali bahwa
isu penolakan tenaga kerja asing adalah mainan isu yang dilempar oleh
segelintir elit politik kita yang gila kekuasaan untuk menyerang pemerintah.
Dan celakanya masyarakat kita yang kekurangan literasi dengan mudahnya menelan
mentah-mentah provokasi murahan seperti ini. Baginya tidak ada kamus hoax jika
ditujukan ke pemerintah karena akal dan pikiran sehat mereka telah tertutupi
oleh rasa kedengkian yang telah akut.
Comments
Post a Comment