CINA MUALLAF DAN CINA NASIONALIS


Diksi yang saya pakai untuk penamaan Cina muallaf dan Cina nasionalis tidak menunjukkan sentimen SARA yang hendak saya bangun. Diksi ini lebih tepatnya saya tampilkan untuk memberikan gambaran bahwa mereka yang terlahir sebagai keturunan Cina tidak selamanya menjadi ancaman baik terhadap radikalis agama maupun terhadap kelompok nasionalis. Saya mengangkat tokoh di masing-masing instrumen ini, dari Cina muallaf ada Felix Siauw dan di Cina nasionalis ada Daud Yordan.

Cina muallaf banyak terwakili oleh sosok seorang Felix Siauw. Tokoh ini lahir di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 31 Januari 1984. Ia adalah seorang penceramah beretnis Tionghoa-Indonesia dan menjadi muallaf semenjak masa kuliah dan bergabung menjadi salah satu aktivis gerakan Islam yaitu Hizbut Tahrir Indonesia yang telah ditetapkan sebagai gerakan terlarang oleh Pemerintah Republik Indonesia. Felix Siauw lahir dan tumbuh di lingkungan non muslim dan mulai mengenal Islam pada tahun 2002 saat masih berkuliah di Institut Pertanian Bogor semester 3.

Sebagai anggota resmi HTI, Felix pun memiliki pandangan yang sama yaitu anti terhadap nasionalisme. Salah satu "fatwa" Felix yang cukup menyita perhatian yaitu pernyatannya bahwa:

“Membela nasionalisme, nggak ada dalilnya, nggak ada panduannya | membela Islam, jelas pahalanya, jelas contoh tauladannya.”

Walaupun pandangan seperti ini bertentangan dengan pandangan umum ulama-ulama di Indonesia sejak zaman kemerdekaan yang berhimpun dalam satu negara Indonesia, Felix Siauw tetap mendapat dukungan terutama dari kalangan radikal islam yang memang sekarang dibentuk untuk berbenturan dengan pihak pemerintah. Selain pandangannya yang menolak nasionalisme dan negara bangsa, ia pun memiliki pandangan yang sama dengan beberapa muallaf yang kecendrungannya menyerang balik kepercayaan yang ia anut sebelumnya. Dalam sebuah video menjelang natal ia pernah berujar seperti ini:

“Setiap kali menjelang bulan Desember, senantiasa umat islam dituding sebagai umat yang tidak bertoleransi beragama. Apalagi ketika masuk penghujung Desember dimana seolah-olah kaum muslimin yang dianggap bertoleransi itu harus mengucapkan selamat kepada hari raya agama yang lain. Jadi tidak dikatakan toleransi apabila anda menuduh kaum muslim yang tidak mau mengucapkan selamat natal sebagai intoleran. Justru ini juga sebagai bentuk intoleransi itu sendiri.”

Padahal faktanya, tidak ada pemaksaan di dalam mengucapkan selamat hari natal dari seorang muslim kepada umat kristen. Apalagi sampai dianggap intoleran ketika tidak mengucapkan hal itu. Ungkapan seperti ini adalah ungkapan yang penuh hasutan dan provokasi. Jadi ada generalisasi yang dilakukan oleh Felix Siauw dengan menggunakan nama islam untuk melegitimasi pandangannya, walaupun sebenarnya terutama di kalangan islam moderat tidak sependapat dengan pandangan seperti ini. Dan ironisnya, ia menjadi idola di banyak kalangan remaja labil yang baru mencoba memahami islam dari pandangan populis dan bukan dari segi substansi.

Sedangkan untuk Cina nasionalis sendiri dapat dilihat dari kepribadian seorang Daud Yordan. Daud "Cino" Yordan adalah seorang keturunan Tionghoa yang lahir di Simpang Dua, Ketapang, Kalimantan Barat pada tanggal 10 Juni 1987. Daud Yordan adalah petinju Indonesia yang menjadi juara dunia dua kali versi badan tinju IBO, ia juara pada kelas featherweight dan lightweight pada masa yang berbeda. Cino adalah nama julukan pemberian yang diberikan oleh mantan pelatihnya semasa amatir, Carlos Jesus Renate Tores, asal Kuba, merujuk pada kata Chino dalam bahasa Spanyol yang berarti 'Cina', karena wajahnya yang sangat kental khas oriental (Cina). Daud Yordan sendiri dan ayahnya, Hermanus Lay Tjun adalah orang Tionghoa-Indonesia, dan ibunya adalah orang Dayak, Nathalia.

Prestasi terbaru Daud Yordan adalah menang KO pada ronde delapan atas petinju Rusia, Pavel Malikov, pada pertarungan yang berlangsung di DIVS, Ekaterinburg, Rusia, Minggu (22/4/2018) malam. Kemenangan ini memberikan Daud dua gelar juara kelas ringan, WBA Asia, dan WBO Intercontinental, sekaligus membuka kesempatan untuk menantang juara dunia WBA karena partai ini juga merupakan partai eliminasi gelar WBA. Kemenangan ini jelas mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional. Daud Yordan yang memiliki darah Cina justru dapat memberikan prestasi yang membanggakan untuk indonesia.

Melihat sepak terjang antara Felix Siauw dan Daud Yordan memang memperlihatkan perbedaan yang sangat mencolok. Lahir dari rahim etnis Tionghoa, keduanya memiliki pandangan kebangsaan yang berbeda. Felix Siauw yang tidak mengakui nasionalisme bahkan tergabung dengan organisasi makar pancasila seperti HTI berbanding terbalik dengan Daud Yordan yang justru mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Dari kedua tokoh ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa latar belakang dari seseorang seperti dari keturunannya bukanlah ukuran bahwa ia akan berguna bagi bangsanya atau tidak. Karena keturunan hanyalah sebuah kebetulan biologis yang semua orang tidak akan bisa menolaknya apakah ia akan menjadi keturunan cina atau tidak.

Sehingga sentimen anti Cina yang kembali berkembang akhir-akhir ini dan sangat masiv disebarluaskan oleh mereka yang terkenal radikal memang sungguh sangatlah memprihatinkan. Padahal semua yang tercatat sebagai warga negara indonesia apapun keturunannya memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Mereka pun tanpa memandang latar belakang keturunan punya kesempatan yang sama untuk mengharumkan nama Indonesia. Sehingga patut disayangkan jika sentimen ini muncul lagi di tengah prestasi emas anak bangsa yang juga banyak diukir oleh mereka keturunan Cina.


Comments