Sekarang lagi demam luar
biasa berita tentang telur palsu. Jadi seperti ini, di sebuah pemberitaan yang
banyak beredar di facebook, ada seseorang yang menunjukkan jika ia mendapatkan
adanya telur palsu. Pria ini berjenggot dengan menggunkan pakaian gamis dan
menunjukkan contoh telur yang dklaimnya telur palsu. Di sana banyak ibu-ibu
yang seperti sangat khusyuk mendengarkan penjelasan sang bapak berjenggot
mengenai ciri-ciri telur palsu. Ada beberapa ciri yang ia sebutkan dan diklaim
sebagai telur palsu.
Yang pertama adalah
telur palsu memiliki bungkusan seperti plastik atau kertas yang ditunjukkan
dengan berwarna putih. Sontak para ibu-ibu yang mendengar penjelasan itu
mengangguk-angguk tanda setuju bahwa memang itu adalah ciri yang menandakan bahwa
itu telur palsu. Apakah memang seperti itu. Saya bisa pastikan dan silakan
mencoba di rumah anda sendiri, setiap telur pastilah memiliki selaput yang memang
mirip palstik atau kertas itu. Selaput tipis ini dinamakan membran telur yang berfungsi
untuk melindungi telur. Semakin tebal membran tersebut maka kualitas telur itu
semakin baik. Jadi pendapat bapak berjenggot yang mengklaim jika selaput
membran itu adalah bukti telur palsu, maka dapat dipastikan itu hanyalah
fantasi belaka saja dari sang bapak berjenggot. Karena faktanya setiap telur
memiliki selaput membran tersebut sebagai pelindung.
Yang kedua menurut
bapak berjenggot ini adalah putih telur yang kenyal karena mengandung silikon. Entah
dari dasar apa bapak berjenggot ini memiliki kesimpulan seperti itu. Seperti yang
kita ketahui, silikon adalah sejenis bahan berbentuk cair yang memiliki bau
tertentu. Sehingga telur yang diduga palsu ini akan mudah diketahui dikarenakan
silikon memiliki bau tertentu. Kemudian yang harus saya jelaskan, justru putih
telur dengan kekenyalan yang bagus menunjukkan telur tersebut bagus. Yang bermasalah
itu kalau putih telurnya sudah tidak cair atau berbuah menjadi padat. Tetapi jika
putih telurnya masih cair, maka ciri itu masih menunjukkan bahwa itu adalah
telur.
Ciri selanjutnya yang
ia sebutkan adalah warna kuning telur tidak pucat. Baginya hal itu menunjukkan
jika kuning telur tersebut adalah hasil racikan bahan kimia. Benarkah hal demikian
itu menunjukkan ciri telur palsu. Kuning telur yang baik adalah kuning telur
kenyal, tidak pucat, dan tidak mudah pecah. Sedangkan telur yang telah
dikeluarkan berhari-hari lamanya akan memiliki kuning telur yang agak pucat,
kurang kenyal, dan mudah pecah ketika dikeluarkan. Jadi jawaban ini sekaligus
mematahkan argumentasi bapak berjenggot jika ciri-ciri telur palsu itu kuning
telur tidak pucat, kenyal, dan tidak mudah pecah.
Yang keempat ia berkata
jika ciri selanjutnya adalah telur palsu tidak berbau amis. Hal ini kembali
menjadi kontradiksi terhadap kebenaran ilmu pengetahuan. Justru telur yang
berbau amis menunjukkan telur tersebut tidak sebagus dengan telur yang tidak
berbau amis. Penjelasaannya seperti ini, pernah lihat bagaimana telur yang
dierami tetapi tidak menetas. Telur tersebut akan mengeluarkan bau amis dan tidak
sedap dikarenakan kualitas kuning dan putih telur telah menurun. Sehingga semakin
amis bau telur, maka semakin kurang bagus kualitas telur tersebut dan bukan
sebaliknya. Sehingga sekali lagi, kesimpulan yang disampaikan oleh bapak
berjenggot ini terlalu prematur dan sangat naif.
Kemudian dari segi
ekonomi, harga telur yang berkisar di pengecer Rp 1.500,- s/d Rp. 2.000,- per
butir sangatlah tidak ekonomis untuk dipalsukan. Memangnya berapa rupiah yang
dibutuhkan untuk membuat cangkang yang menyerupai telur asli tersebut. Ada video
yang memperlihatkan jika cangkang yang digunakan adalah cangkang bekas, maka
hal itupun sangat menggelitik bagi saya. Apakah memang ada dan termasuk di video
bapak berjenggot ini ditemukan telur yang memiliki bekas sambungan cangkang. Jika
itupun dilem atau dicat dico, maka sekali lagi biaya yang akan dikeluarkan akan
lebih besar daripada biaya untuk memperoleh satu butir telur asli.
Itu pun belum termasuk
biaya-biaya lainnya. Jika bapak berjenggot itu berkeyakinan putih telur palsu
mengandung silikon, maka hal itu sangatlah boros. Silakan anda menghitung
berapa biaya silikon dan dibandingkan dengan putih telur. Biaya untuk
memperolah silikon hampir sama dengan perhitungan telur tetapi itu baru satu
aspek saja. Belum cangkang, kuning telur, hingga selaput membrannya yang
menurut bapak berjenggot itu sejenis plastik atau kertas. Sehingga dari segi
ekonomi, pembuatan telur palsu sangat tidak ekonomis dan sangat merendahkan
derajat pengetahuan manusia itu sendiri.
Di akhir penjelasannya,
bapak berjenggot ini menyebutkan jika orang Cina pintar sekali menirukan sebuah
produk ataupun benda yang menurutnya banyak ia temukan di facebook. Sekaitan dengan
propaganda telur palsu ini, pernyataan bapak berjenggot sangat tidak arif. Telur
yang bahkan belum ditetapkan sebagai telur palsu atau asli oleh BPOM atau
instansi lainnya yang terkait ini, telah disebarluaskan sebagai produk Cina. Selain
pernyataan ini terjebak di kesalahan berpikir “fallacy of dramatic instance”
karena menggeneralisasi semua orang Cina pandai meniru barang termasuk telur, hal
lain yang berbahaya adalah pernyataan ini mengandung kebencian ras. Kebencian atas
etnis tertentu sehingga menimpakan beberapa perbuatan buruk kepada suatu
golongan yang belum terbutki kebenarannya.
Apakah dapat kita terima
jika ada yang berkesimpulan bahwa semua islam itu teroris hanya karena melihat kekejaman
yang dilakukan ISIS di Irak dan Suriah. Pastilah jawabannya tidak karena hal
itu sangatlah tidak adil dengan melihat satu dua contoh kasus kemudian
menimpakannya kepada keseluruhan umat islam. Begitupun pandangan kita kepada
etnis tertentu misalnya etnis Tionghoa (Cina). Kita mungkin melihat ada
beberapa hal yang kita tidak sepakat dari perbuatan etnis Cina ini. Tetapi
menggeralisasi semua orang Cina seperti itu adalah hal yang tidak adil. Dan secara
pemikiran itu adalah kesalahan berpikir. Sehingga pernyataan penutup dari bapak
berjenggot ini sangat disayangkan karena akan memicu kebencian rasial.
Terkahir sebagai
penutup dari artikel ini, saya ingin mengajak kepada kita semua agar tidak
mudah mempercayai sebuah berita yang beredar di dunia maya apalagi jika berita
itu belum terverifikasi kebenarannya. Kita masih punya akal yang dapt kita
gunakan untuk berpikir sehingga tidak terjebak di kesalahan berpikir “fallacy of
dramatic instance”. Selain itu, minat literasi seseorang akan menentukan
kualitas cara berpkiir. Semakin sering kita membaca buku, maka referensi kita
akan semakin banyak. Sehingga pengetahuan kita akan berasal dari berbagai sisi
dan itu akan membuat kita lebih bijak dalam mengambil sebuah kesimpulan
dikarenakan banyaknya sudut pandang yang kita ketahui.
Hoax harus kita lawan,
dikarenakan hoax telah menggerogoti kemampuan sebagian masyarakat kita untuk
berpkir sehat. Hoax tidak hanya terjadi disebabkan oleh banyaknya orang yang
menyebarkan hoax itu, tetapi lebih disebabkan banyaknya orang yang anti hoax
hanya diam melihat hoax itu disebar oleh pengedar hoax. Jadi mari kita ambil
bagian dalam penyelamatan bangsa ini dari peredaran hoax.
Comments
Post a Comment