Ada yang coba membenturkan antara kepentingan agama dan negara. Dibuatlah seolah-olah bahwa konsep paripurna dari sebuah negara harus berlandaskan aturan-aturan agama. Maka dibentuklah pola pikir untuk mempropagandakan ini. Padahal dalam sejarahnya seperti pada masa kenabian terdahulu sebagai representasi kepemimpinan ideal, sebuah negara tidak mengaruskan penggunaan hukum agama. Justru yang terjadi adalah konsensus-konsensus diantara masyarakat yang berbeda keyakinan itu.
Begitu pula yang coba dikembangkan oleh para pendiri bangsa ini. Negara kesatuan Republik Indonesia yang tidak melegal formilkan syariat islam sebagai dasar negara, tidak serta merta dipandang sebagai konsep negara gagal. Indonesia yang menjadikan pancasila sebagai dasar negara justru berhasil mengayomi berbagai suku, agama, ras, dan golongan menjadi satu bangsa. Pancasila tidak menjadi antitesa dari diferensiasi entitas tersebut tetapi menjadi pemersatunya. Teranyar kita bisa lihat kiprah atlit futsal putri Indonesia di ajang Sea Games ke-XXIX Malaysia yang tidak meninggalkan identitas agamanya tetapi juga tetap membela negaranya di ajang tersebut. Kewajiban menutup aurat (memakai jilbab) tidak membuatnya meninggalkan dunia keolahragaan yang coba ditekuninya apalagi ini adalah sebuah tanggung jawab besar karena mewakili negara.
Contoh dari kejadian ini membuktikan bahwa negara dan agama bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan, tetapi keduanya dapat berjalan beriringan. Keduanya tidak mesti melebur satu sama lain seperti yang terjadi di Timur Tengah. Peleburan agama menjadi aturan formil dalam sistem ketatanegaraan yang tidak diimbangi oleh sikap terbuka hanya akan menghasilkan keluaran masyarakat yang kaku, tidak adaptif, dan sangat konservatif. Bahkan kecenderungan ini membawa dampak buruk terutama dalam hal pemahaman gender. Masih adanya aturan-aturan kolot terhadap perempuan yang menjadikannya seperti burung dalam sangkar. Ini menjadi contoh bahwa peleburan agama menjadi dasar negara tidak serta merta menjadikan seorang manusia menjadi manusia seutuhnya. Justru tanpa adanya peleburan, bahkan cenderung sekular lebih menjadikan isu gender lebih terbuka.
Oleh sebab itu masihkah ada khayalan tentang negara agama itu? Ataukah dengan pancasila, kewajiban menutup aurat dan kebanggaan membela negara justru lebih bisa berjalan beriringan. Ketika pancasila sudah menjadi sebuah eksistensi maka negara agama masih tetap akan menjadi utopia di Indonesia. Karena tanpa negara agama pun, kebebasanmu menjalankan kewajiban agama tetap bisa dijalankan tanpa harus mengorbankan sumbangsih kita untuk negara.
Begitu pula yang coba dikembangkan oleh para pendiri bangsa ini. Negara kesatuan Republik Indonesia yang tidak melegal formilkan syariat islam sebagai dasar negara, tidak serta merta dipandang sebagai konsep negara gagal. Indonesia yang menjadikan pancasila sebagai dasar negara justru berhasil mengayomi berbagai suku, agama, ras, dan golongan menjadi satu bangsa. Pancasila tidak menjadi antitesa dari diferensiasi entitas tersebut tetapi menjadi pemersatunya. Teranyar kita bisa lihat kiprah atlit futsal putri Indonesia di ajang Sea Games ke-XXIX Malaysia yang tidak meninggalkan identitas agamanya tetapi juga tetap membela negaranya di ajang tersebut. Kewajiban menutup aurat (memakai jilbab) tidak membuatnya meninggalkan dunia keolahragaan yang coba ditekuninya apalagi ini adalah sebuah tanggung jawab besar karena mewakili negara.
Contoh dari kejadian ini membuktikan bahwa negara dan agama bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan, tetapi keduanya dapat berjalan beriringan. Keduanya tidak mesti melebur satu sama lain seperti yang terjadi di Timur Tengah. Peleburan agama menjadi aturan formil dalam sistem ketatanegaraan yang tidak diimbangi oleh sikap terbuka hanya akan menghasilkan keluaran masyarakat yang kaku, tidak adaptif, dan sangat konservatif. Bahkan kecenderungan ini membawa dampak buruk terutama dalam hal pemahaman gender. Masih adanya aturan-aturan kolot terhadap perempuan yang menjadikannya seperti burung dalam sangkar. Ini menjadi contoh bahwa peleburan agama menjadi dasar negara tidak serta merta menjadikan seorang manusia menjadi manusia seutuhnya. Justru tanpa adanya peleburan, bahkan cenderung sekular lebih menjadikan isu gender lebih terbuka.
Oleh sebab itu masihkah ada khayalan tentang negara agama itu? Ataukah dengan pancasila, kewajiban menutup aurat dan kebanggaan membela negara justru lebih bisa berjalan beriringan. Ketika pancasila sudah menjadi sebuah eksistensi maka negara agama masih tetap akan menjadi utopia di Indonesia. Karena tanpa negara agama pun, kebebasanmu menjalankan kewajiban agama tetap bisa dijalankan tanpa harus mengorbankan sumbangsih kita untuk negara.
Comments
Post a Comment