NEGARA PANCASILA DAN NEGARA AGAMA

NEGARA PANCASILA DAN NEGARA AGAMA

DEFINISI NEGARA
Tulisan ini akan saya awali dengan definisi negara dari berbagai pakar. Menurut Roger Soltou, negara adalah alat (agency) atau kekuasaan (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Pendapat lain dikemukakan oleh Harold J. Laski. Menurutnya, negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan mempunyai kekuasaan yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu/kelompok yang merupakan bahagian dari masyarakat. Sedangkan dalam kitab Al Fikr Al Islam karangan Dr. Muhammad Ismail disebutkan bahwa ada 3 kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpulan masyarakat disebut sebagai sebuah negara. Pertama adanya pemikiran yang sama, kedua perasaan yang sama, dan ketiga yaitu adanya undang-undang yang diterapkan pada masyarakat. Jadi secara mendetail, komponen negara dapat dikatakan adalah sebuah konsensus dari berbagai masyarakat yang tidak dipicu oleh sentimen sektarianisme, melainkan oleh pemikiran yang sama, perasaan yang sama, dan adanya aturan di dalam masyarakat itu sendiri.

NEGARA AGAMA
Tidak dinyatakannya konsep paten yang sistematis dan komprehensif tentang bentuk negara dalam Al Quran dan Hadist, memicu perdebatan panjang tentang kewajiban menerapkan negara agama (islam). Di lain sisi, tidak adanya juga penjelasan secara gamblang baik di Al Quran maupun Hadist bahwa demokrasi, monarki, gabungan keduanya, ataupun sistem lainnya adalah sesuatu yang ditolak. Dengan kata lain persoalan konsep negara adalah persoalan konsensus yang dalam prakteknya dimungkinkan terjadinya improvisasi-improvisasi. Jika kita mengutip ayat di dalam Al Quran tentang kepemimpinan seperti pada Surah An Nisa ayat 59,

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺃَﻃِﻴﻌُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺃَﻃِﻴﻌُﻮﺍ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝَ ﻭَﺃُﻭﻟِﻲ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮِ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ۖ ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﻨَﺎﺯَﻋْﺘُﻢْ ﻓِﻲ ﺷَﻲْﺀٍ ﻓَﺮُﺩُّﻭﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝِ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ۚ ﺫَٰﻟِﻚَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻭَﺃَﺣْﺴَﻦُ ﺗَﺄْﻭِﻳﻠًﺎ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(1)

Ayat di atas tidak secara gamblang mewajibkan kita untuk mendirikan negara agama tetapi hanya menyuruh kita untuk menaati ulil amri yang oleh sebagian ulama menerjemahkan sebagai pemimpin di antara kalian. Sebagaimana juga ketika kita coba menengok sebab diturunkannya ayat ini (2), diriwayatkan oleh Ibnu Jarir bahwasanya ayat ini turun pada kisah yang terjadi antara Ammar bin Yasir bersama Khalid bin Walid. Pada saat itu yang menjadi Gubernur adalah Khalid bin Walid. Suatu hari, Ammar menyuruh seseorang tanpa perintah Khalid, maka keduanya pun bertengkar maka turunlah ayat ini. Jadi sebab diturunkannya ayat ini bukan bertumpu pada siapa pemimpinnya, tetapi lebih tertuju pada ketaatan kita pada pemimpin yang telah terpilih dan begitupun dengan konsep negara yang sudah disepakati.

NEGARA DI ZAMAN NABI MUHAMMAD
Awal mula nabi Muhammad membangun tatanan politik di kota Yastrib (nama madinah zaman dahulu), beliau tidak serta merta mendirikan negara islam dengan menjadikan Al Quran sebagai konstitusi negara. Nabi Muhammad justru membuat kesepakatan bersama (konsensus) untuk seluruh elemen masyarakat yang ketika itu disebut sebagai "Piagam Madinah". Piagam Madinah (3) merupakan landasan bagi masyarakat Yastrib seperti kaum muhajirin Mekah, kaum anshor, yahudi, kristen, dan majusi bisa hidup berdampingan dan rukun. Di dalam poin-poin Piagam Madinah tercantum beberapa poin penting yang mengatur hubungan dan status masyarakat Yastrib ketika itu. Beberapa poin diantaranya:

- Pasal 1 yang berbunyi "Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia lain. Poin ini menjelaskan bahwa di zaman nabi Muhammad, pengakuan atas bangsa yang berkonsensus dalam konteks negara tanpa dipisahkan oleh sekat sektarian. Selain itu, poin ini juga menjelaskan kepada kita bahwa konsep kepemimpinan umat dengan 1 pemimpin tidak pernah dijalankan oleh nabi Muhammad karena beliau sendiri mengakui adanya label 1 masyakarakt untuk Yastrib ketika itu dan tidak bercampur dengan masyarakat lainnya.

- Pasal 2 s/d 10 disebutkan bahwa bani (klan) dan kelompok yang ada di Yastrib harus bahu membahu membayar pajak diantara mereka dan diantara mereka pula membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil. Pasal ini menjelaskan jika semua warga Yastrib diperlakukan sama tanpa ada diskriminasi.

- Pasal 16 disebutkan "Sesungguhnya orang yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang kaum muslimin tidak terzolimi dan ditentang olehnya. Pasal ini jelas menyebutkan bahwa adanya kesamaan dan kesetiakawanan sosial selama mereka (non muslim) tidak melakukan aniaya terhadap kaum muslim.

Beberapa poin yang sudah disebutkan di atas menunjukkan bahwa, formalitas dengan menjadikan agama sebagai konstitusi negara bukan hal yang wajib dilakukan. Yang harus dilakukan adalah melakukan konsensus dengan penganut agama lain. Walaupun secara legal formal hukum agama tidak diberlakukan, tetapi secara substansi aturan agama tersebut dapat dimasukkan melalui konsensus dengan pihak lain. Piagam Madinah ini juga memberikan kita pemahaman bahwa nabi Muhammad merupakan kepala negara dan bukan kepala agama ketika itu karena jika statusnya sebagai pemimpin agama maka kaum non muslim akan menolaknya. Nabi Muhammapun begitu kukuh memegang kesepakatan ini dan dengan tegas akan memberikan hukuman bagi pelanggarnya. Ketika ada satu kelompok yang melanggarnya, maka nabi Muhammad sebagai kepala negara akan memberikan hukuman kepada pelanggarnya apapun agama yang dia anut. Beliau juga dalam kapasitasnya sebagai kepala negara pernah mengusir kaum yahudi Yastrib dari Bani Nadzir, Bani Qainuqa, dan Bani Quraidzah. Ketika itu klan ini diusir oleh nabi karena melakukan pelanggaran terhadap piagam Madinah yang telah disepakati.

NKRI SEBAGAI KONSENSUS
Sebagimana piagam Madinah, Pancasila telah dipilih oleh para pendiri republik ini sebagai dasar negara karena para pendiri republik ini tahu bahwa kebhinekaan hanya akan terawat dengan pancasila. Seperti piagam Madinah yang menjadi titik antara kaum muslim dan yahudi, maka pancasila merupakan perekat bangsa Indonesia yang sangat majemuk ini, entah dilihat dari suku, agama, ras, maupun entitas lain penyusun bangsa ini. Para pendiri republik ini terutama dari pihak islam setuju dengan menjadikan pancasila sebagai dasar negara daripada memaksakan diberlakukannya piagam Jakarta. Karena jika piagam Jakarta diberlakukan maka hal ini akan sangat rentan memunculkan perpecahan. Karena memang dari awal, pihak non muslim yang juga ikut berjuang dalam proses kemerdekaan bangsa ini menolak diberlakukannya syariat islam di Indonesia. Jadi untuk mencegah perpecahan dan desintegrasi bangsa maka disepakatilah pancasila sebagai dasar negara sebagaimana nabi Muhammad tidak mewajibkan Al Quran (dalam lingkup formalitas negara) sebagai dasar negara melainkan sebuah konsensus yang disebut piagam madinah. 
Disepakatinya pancasila sebagai dasar negara seharusnya menjadikan warga negaranya tahu diri sehingga loyal dan memegang teguh pancasila sebagai dasar negara. Karena ketika warga negara sudah tidak loyal terhadap konsensus ini bahkan cenderung menolaknya maka hal itu tak ubahnya seperti seorang hipokrit. Mengapa saya mengatakan demikian? Beberapa fasilitas telah diterima oleh mereka seperti dokumen legal semacam SIM, KTP, surat nikah, dan semacamnya yang tanpa dia sadari bahwa hal itu sesungguhnya telah mengekspresikan persetujuannya terhadap negara dan kesepakatan yang mendasarinya. Dalam nomeklatur ilmu politik, persetujuan yang tidak dinyatatakan secara eksplisit ini disebut dengan istilah "tacit consent".

MENGINGKARI KONSENSUS; ANOMALI SYARIAH
Beberapa organisasi di tanah air begitu lantang menyuarakan penerapan agama dalam bingkai formal yang umumnya dikenal dengan konsep khilafah. Dalam pandangan mereka, penerapan hukum agama tidak akan lengkap tanpa pendirian khilafah. Pandangan mereka tentang khilafah dan dibenturkan pada realitas bangsa Indonesia sesunguhnya telah terjadi anomali. Mengapa demikian? Dalam ajaran islam sendiri, mengingkari kesepakatan adalah hal yang dilarang. Bukankah dalam Al Quran Surah Al Baqarah ayat 177 disebutkan,

ﻟَﻴْﺲَ ﺍﻟْﺒِﺮَّ ﺃَﻥْ ﺗُﻮَﻟُّﻮﺍ ﻭُﺟُﻮﻫَﻜُﻢْ ﻗِﺒَﻞَ ﺍﻟْﻤَﺸْﺮِﻕِ ﻭَﺍﻟْﻤَﻐْﺮِﺏِ ﻭَﻟَٰﻜِﻦَّ ﺍﻟْﺒِﺮَّ ﻣَﻦْ ﺁﻣَﻦَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻭَﺍﻟْﻤَﻠَﺎﺋِﻜَﺔِ ﻭَﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻭَﺍﻟﻨَّﺒِﻴِّﻴﻦَ ﻭَﺁﺗَﻰ ﺍﻟْﻤَﺎﻝَ ﻋَﻠَﻰٰ ﺣُﺒِّﻪِ ﺫَﻭِﻱ ﺍﻟْﻘُﺮْﺑَﻰٰ ﻭَﺍﻟْﻴَﺘَﺎﻣَﻰٰ ﻭَﺍﻟْﻤَﺴَﺎﻛِﻴﻦَ ﻭَﺍﺑْﻦَ ﺍﻟﺴَّﺒِﻴﻞِ ﻭَﺍﻟﺴَّﺎﺋِﻠِﻴﻦَ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟﺮِّﻗَﺎﺏِ ﻭَﺃَﻗَﺎﻡَ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓَ ﻭَﺁﺗَﻰ ﺍﻟﺰَّﻛَﺎﺓَ ﻭَﺍﻟْﻤُﻮﻓُﻮﻥَ ﺑِﻌَﻬْﺪِﻫِﻢْ ﺇِﺫَﺍ ﻋَﺎﻫَﺪُﻭﺍ ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﺑِﺮِﻳﻦَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺒَﺄْﺳَﺎﺀِ ﻭَﺍﻟﻀَّﺮَّﺍﺀِ ﻭَﺣِﻴﻦَ ﺍﻟْﺒَﺄْﺱِ ﺃُﻭﻟَٰﺌِﻚَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺻَﺪَﻗُﻮﺍ ﻭَﺃُﻭﻟَٰﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﺘَّﻘُﻮﻥَ ﴿ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ : ١٧٧﴾
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa(4).

Bukankah di akhir ayat itu menjelaskan kewajiban menepati janji, dan ketika kita tidak menepatinya maka kita tidak termasuk orang-orang yang bertakwa. Bukankah pula salah satu ciri orang munafik adalah orang yang mengingkari janjinya. Benar saja bahwa ini bagian dari anomali syariah. 

KHILAFAH DAN INTERNASIONALISME
Dalam penjelasan yang disebutkan di situs resmi pengusung khilafah(5), bahwa pengusungan khilafah hanya satu dan ini pendapat mayoritas serta tidak diperbolehkan lebih dari itu. Konsep seperti ini dapat dikatakan sebagai konsep internasionalisme dengan menegasikan konsep nasionalisme negara. Sadar atau tidak, sesungguhnya konsep internasionalisme berakar pada sosialisme dan komunisme(6). Pada tahun 1847 liga komunis mengadakan kongres di London. Di kongres tersebut  Freidrich Engels mengusulkan slogan baru yaitu "Kaum buruh sedunia, bersatulah." Bukankah konsep seperti ini mirip dengan konsep internasionalisme khilafah tanpa sekat negara. Jadi ibarat mata uang, kedua sisinya itu adalah khilafah dan komunisme. Jika komunisme adalah sesuatu yang menakutkan, maka hal  yang sama juga berlaku terhadap sistem khilafah.
Terakhir dari tulisan ini ingin saya sampaikan bahwa pancasila adalah rahmat bagi Indonesia. Dan jika ingin mengubahnya dengan yang lain, maka silakan angkat kaki dari Indonesia.

1. Al Quran dan Terjemahan
2. Asbabun Nuzul; Imam As Suyuthi; hal 150
4. Al Quran dan Terjemahan
6. Meruntuhkan Paham Sesat Kebangsaan; Sardo; hal viii

Comments

  1. Setinggi apapun Ilmu Agamamu, tapi itu tiada guna bila Ahklakmu tidak baik.

    Salam Pancasila
    Mampir ke : bittercp17.blogspot.com

    ReplyDelete

Post a Comment