MUNGKINKAH JONRU GINTING ITU AGEN PEMECAH BELAH UMAT ISLAM?
Tulisan ini tak sekadar dibuat hanya untuk memojokkan tokoh sekelas Jonru Ginting, tetapi tulisan ini bermaksud mengkaji kembali salah satu status yang telah diposting tokoh ini yang berwara-wiri di media sosial serta telah banyak dibagikan oleh para pengikutnya. Memang beberapa status yang dibuat oleh Jonru cenderung kontroversial dan berkonsekuensi pada terpecah belahnya umat. Belum lama ini, Jonru membuat sebuah status di media sosial untuk melakukan boikot shalat idul fitri di masjid istiqlal yang disebabkan oleh penceramahnya adalah seorang Quraish Shihab. Jonru beranggapan bahwa seorang Quraish Shihab adalah seorang ulama yang akidahnya tidak lurus karena beranggapan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak dijamin masuk surga, anaknya dalam hal ini Najwa Shihab tidak menggunakan jilbab, dan pembela karbala.
Sekarang pertanyaan yang muncul adalah, apakah memang seorang Quraish Shihab yang telah menerbitkan tafsir Al Quran seperti yang dituduhkan Jonru mempercayai dan melakukan hal itu? Sudahkah Jonru melakukan klarifikasi terhadap hal-hal yang dipermasalahkan itu? Apakah yang dipermasalahkan oleh Jonru itu termasuk masalah akidah sehingga dengan berani berpendapat bahwa Quraish Shihab adalah orang yang akidahnya tidak lurus? Mari kita bahas satu persatu.
a. Tentang akidah
Mari menelaah pembahasan ini dimulai dari definisi dari akidah itu sendiri. Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan menurut istilah (terminologi), akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya (1).
Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah yang populer disusun oleh Imam Abu Hasan Al Asyari dengan konsep Rukun Iman ada 6 yaitu Percaya Kepada Allah SWT, Percaya Kepada Malaikat Allah SWT, Percaya Kepada Kitab Allah SWT, Percaya Kepada Nabi Allah SWT, Percaya Kepada Hari Kiamat, dan Percaya Kepada Qadha dan Qadr. Jadi konsep akidah ahlussunnah wal jamaah berkisar pada 6 poin ini. Dan apakah seperti yang dikatakan Jonru, permasalahan nabi masuk surga karena pahala atau karena rahmat, tentang jilbab, dan tentang karbala menjadi cakupan akidah ahlusunnah wal jamaah? Mari kita bahas di poin berikutnya.
b. Tidak dijaminnya Rasul SAW masuk surga
Permasalahan pendapat ini sebenarnya telah banyak dijelaskan oleh Quraish Shihab. Dia memberikan klarifikasi langsung melaui situs resminya pada Selasa (15/7) dalam judul 'Tentang Tayangan Tafsir al-Mishbah 12 Juli 2014'.
''Uraian tersebut dalam konteks penjelasan bahwa amal bukanlah sebab masuk surga, walau saya sampaikan juga bahwa kita yakin bahwa Rasulullah akan begini (masuk surga),'' kata Quraish Shihab dalam situs resminya quraishshihab.com.
Quraish Shihab mendasarkan penjelasannya pada hadis, antara lain, “Tidak seorang pun masuk surga karena amalnya. Sahabat bertanya “Engkau pun tidak?”, beliau menjawab “Saya pun tidak, kecuali berkat rahmat Allah kepadaku.”
Quraish Shihab mengatakan hal tersebut karena amal baik bukan sebab masuk surga, tapi itu hak prerogatif Allah SWT. Uraian di atas lanjutnya, bukan berarti tidak ada jaminan dari Allah bahwa Rasul SAW tidak masuk surga. ''Saya jelaskan juga di episode yang sama bahwa Allah SWT menjamin dengan sumpah-Nya bahwa Rasulullah SAW akan diberikan anugerah-Nya sampai beliau puas, yang kita pahami sebagai surga dan apapun yang beliau kehendaki.
Wa la sawfa yu’thika rabbuka fa tharda,'' katanya.
''Itu yang saya jelaskan, tapi sebagian dipelintir, dikutip sepotong dan di luar konteksnya. Silakan menyimak ulang penjelasan saya di episode tersebut. Mudah-mudahan yang menyebarkan hanya karena tidak mengerti dan bukan bermaksud memfitnah,'' kata Quraish Shihab (2).
Apakah Jonru telah membaca penjelasan Quraish Shihab atau belum? Ini menjadi pertanyaan penting bagi seseorang yang memiliki banyak pengikut di akun facebook. Karena ketika Jonru dengan seenaknya memelintir sebuah pernyataan baik itu hanya disampaikan sepotong maupun diedit, hal ini akan berdampak besar karena kita akan dengan mudahnya menuduh seseorang akidahnya “tidak lurus” tanpa melakukan klarifikasi sebelumnya. Jonru dalam hal ini seperti yang disampaikan oleh Roland Barthes, bahwa “Kelahiran pembaca mesti berakibat pada kematian penulis” (3). Jonru dalam hal terlalu mudah sehingga gegabah dalam mengambil sebuah kesimpulan.
c. Anak perempuannya tidak berjilbab
Seperti yang dikutip dari sebuah situs NU (4), beberapa jamaah mengkritisi pemikiran Quraish terkait jilbab. Menanggapi hal itu, dia balik bertanya,
“Anda pernah lihat foto istri Ahmad Dahlan, istri Hasyim Asy’ari, istri Buya Hamka, atau organisasi Aisyiyah? Mereka pakai kebaya dengan baju kurung, tidak memakai kerudung yang menutup semua rambut, atau pakai tapi sebagian. Begitulah istri-istri para kiai besar kita. Apa kira-kira mereka tidak tahu hukumnya wanita berjilbab? Pasti tahu. Tapi mengapa mereka tidak menyuruh istri-istrinya pakai jilbab?”
Dalam berbagai pandangan soal pakaian wanita muslimah, para ulama berbeda pendapat setidaknya ada tiga pandangan. Pertama, seluruh anggota badan adalah aurat yang mesti ditutupi. Kedua, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Ketiga, cukup dengan pakaian terhormat. Dalam hal ini, Quraish Shihab memilih pendapat yang ketiga.
Perbedaan pendapat tentang jilbab adalah hal yang biasa diantara para ulama. Dan sungguh luar biasa, jika muallaf penulis novel seperti Jonru sudah memberikan cap “akidah tidak lurus” kepada Quraish Shihab yang notabene seorang penulis tafsir dan lulusan Universitas Al Ahzar Mesir hanya karena perbedaan pendapat. Sepertinya, Jonru lupa bagaimana ulama terdahulu begitu arif dan bijaksana dalam memahami perbedaan. Bagaimana para Imam pendiri fikih mazhab sunni bisa saling menghormati dalam tafsiran aurat perempuan. Selain itu Jonru kembali memperlihatkan ketidakcermatannya dalam memahami sesuatu. Masalah aurat bukanlah masalah akidah seperti yang dipahami oleh Jonru karena hal ini bukanlah bagian dari rukun iman, tetapi masuk pada wilayah fikih. Perbedaan fikih tidak dapat dijadikan dasar penghakiman kepada akidah seseorang.
d. Pembela Karbala
Seorang Quraish Shihab memang dikenal sebagai ulama yang begitu gigih berjuang untuk persatuan Sunni dan Syiah. Konsekuensi dari kegigihannya, cap syiah pun kadang disematkan seperti label “pembela karbala” yang diberikan Jonru kepadanya. Saya tidak paham dengan pemikiran ini yang dengan mudahnya mengklaim seseorang bagian dari kelompok itu hanya karena membela kelompok itu. Pendapat seperti ini begitu popular di kalangan pengikut Jonru. Padahal jika kita mau lebih cermat berpikir dan tidak memberhentikan dini akal kita maka tentunya akan muncul pertanyaan, apakah ketika Gus Dur melakukan pembelaan terhadap kelompok ahmadiyah, lantas dia masuk menjadi jamaah ahmadiyah? Apakah hanya karena seorang Quraish Shihab menjelaskan syiah bagian dari islam dengan serta merta menjadikannya seorang jamaah syiah? Ini jelas merupakan kesesatan berpikir dan ternyata hal ini sungguh ironi karena begitu sangat dinikmati oleh pengikut setia Jonru.
Sebagai tambahan, Jonru harusnya tidak menggiring opini umat islam untuk alergi terhadap kata karbala. Label “pembela karbala” disematkan oleh Jonru kepada mereka pemeluk syiah. Tetapi jonru sepertinya lupa bahwa peristiwa karbala adalah peristiwa terbunuhnya Husain bin Ali yang merupakan cucu dari Rasulullah SAW yang dikenal dengan peristiwa “asyura”. Banyak diantara para ulama ahlussunnah yang mengenang peristiwa ini, dan sebuah kesalahan besar jika karbala hanya diidentikkan dengan syiah. Selain itu, peristiwa karbala adalah sebuah sejarah dalam umat islam dan tentunya ini bukan tentang akidah. Sekali lagi Jonru membuat kesalahan dengan menuduh seseorang telah berpaling dari akidah “lurus” hanya karena membela karbala. Justru pernyataan dari Jonru ini menimbulkan pertanyaan, apakah dia sebenarnya antipati terhadap peristiwa asyura? Dan jika betul dia antipati, bukankah hal itu akan menjelaskan bahwa dia seorang nashibi (pembenci keluarga nabi SAW).
Dari penjelasan di atas, patutkah seorang muallaf penulis novel seperti Jonru yang ternyata mencampuradukkan antara akidah, fiqh, dan sejarah menjadi panutan umat islam? Sedangkan seseorang seperti Quraish Shihab yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk belajar tentang islam bahkan telah menulis kitab tafsir tentang Al Quran, kita tuduh akidahnya “tidak lurus” hanya karena tidak pahamnya kita tentang hadist yang berkaitan dengan nabi dan surga? Begitupun kita menuduh dia telah menyimpang hanya karena kita tidak paham bahwa persoalan aurat adalah persoalan fikih yang sangat memungkinkan ulama berbeda pendapat? Dan lebih parahnya, sebagian umat islam lewat propaganda khawarij mengklaim Quraish Shihab sebagai seorang penganut syiah hanya karena dia ingin menjelaskan secara adil tentang syiah. Bukankah Al Quran sendiri menyuruh umatnya untuk berbuat adil kepada seseorang walaupun kita benci kepadanya (5).
Menutup tulisan ini saya ingin mengajak kepada seluruh umat islam di Indonesia agar berhati-hati dalam menjadikan seseorang sebagai tokoh agama. Ilmu agama memang tidak harus didapatkan di bangku sekolah, pesantren, maupun di universitas. Media sosialpun dapat kita jadikan sebagai salah satu wadah untuk menambah pengetahuan agama kita. Tetapi ingat, memahami agama islam itu butuh pembimbing. Dialah yang menjelaskan kita berbagai hal tentang agama sehingga agama betul-betul menjadi rahmat bagi seluruh alam. Kita tidak ingin seperti di negara-negara timur tengah. Walaupun disitu adalah tempat awal mula ajaran islam muncul tetapi yang terjadi sekarang adalah daerah yang porak-poranda karena gampangnya mereka diadu domba antar sesama umat islam. Banyak penyusup yang berpura-pura menjadi seorang muslim tetapi ternyata melakukan politik pecah belah. Hal inilah yang kita tidak inginkan terjadi di Indonesia. Maka patutlah kita waspada terhadap sepak terjang muallaf penulis novel bernama Jonru ini. Sering menyerang ulama-ulama yang tidak sepaham dengan pemikirannya. Dan ingat (walaupun ini analisa awal), jika Jonru melakukan ini dengan idealismenya, maka dia menyerupai sosok seorang khawarij. Tetapi jika dia melakukan dengan semangat pragmatisnya, maka dia adalah agen yang menyusup masuk ke dalam islam dengan metode mengadu domba sesama umat muslim sehingga dengan mudah dipecah belah.
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Akidah_Islam
2. http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/07/16/n8rzyk-ini-klarifikasi-quraish-shihab-soal-komentarnya-rasul-tidak-dijamin-masuk-surga
3. Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika, Jalasutra, 2010, hal. 231
4. http://www.nu.or.id/post/read/61063/quraish-shihab-dan-islam-nusantara
5. Al Quran, surah 5, ayat 2
Comments
Post a Comment