Sebenarnya tidak ada yang janggal ketika Uni Emirat
Arab (UEA) dan Bahrain menandatangani normalisasi hubungan dengan rezim zionis Israel.
Bahkan prediksi saya, setelah kesepakatan ini akan ada beberapa negara arab
lainnya yang akan melakukan hal serupa. Yang terdekat ini adalah Oman akan
menyusul langkah UEA dan Bahrain untuk melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
Setelah itu, jika Mohammad bin Salman naik tahta dan menjadi Raja Arab Saudi,
maka negara petro dollar ini akan memulai babak baru dengan menormalisasi
hubungannya dengan rezim zionis Israel. Seperti yang kita ketahui bahwa
Mohammad bin Salman memiliki hubungan spesial dengan Jared Kushner yang
merupakan menantu dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump sekaligus sebagai pejabat
senior di bidang Proses Perdamaian Timur Tengah. Negara-negara teluk ini
memiliki tuan besar bersama yaitu Amerika Serikat (AS). Jadi kebijakan yang
akan diambil oleh mereka tentu sejalan dengan apa yang diinginkan oleh si tuan
besar.
Sejarah perjuangan bangsa Palestina sebagai bagian
dari bangsa Arab tidak akan lagi menjadi prioritas utama bagi negara Arab teluk
ini karena bagi mereka, perampasan yang dilakukan oleh para imigran Yahudi asal
Eropa itu sebagai cikal bakal wilayah Israel tidak lagi menjadi masalah. Musuh utama
dan mungkin juga musuh bersama bagi mereka kecuali Oman adalah negara Persia yang
ada di sebelah Timur Teluk Persia yaitu Iran. Hegemoni Iran dalam memengaruhi percaturan
politik di Timur Tengah telah membuat para sekutu AS ini menjadi gerah. Bagi mereka
okupasi wilayah sejauh-jauhnya yang dilakukan Israel hingga nyaris
menghilangkan Palestina dari peta dunia tidak lagi menjadi ancaman.
UEA lebih menjadikan Iran sebagai musuh apalagi
militer mereka turut serta dalam perang di Yaman dan berhadapan dengan gerakan Ansarullah
Houthi yang mendapat dukungan internasional dari Iran. Sedangkan Bahrain adalah
negara mayoritas Syiah yang dalam artian seperti Iran dan dipimpin oleh rezim despotik
Al Khalifah buatan Inggris menjelang keruntuhan Turki Ustmani. Dan sejak 2012,
rezim ini kerap didemo oleh para aktivis kemanusiaan walaupun dijawab dengan
tindakan represif oleh rezim Al Khalifah. Dan di saat yang sama Iran
mengingatkan rezim ini untuk tidak melakukan tindakan represif dalam menghalau
para demonstran. Arab Saudi sejak kejatuhan rezim Syah di Iran pada tahun 1979,
berbalik 180 derajat dan menjadikan negeri para mullah itu sebagai musuh utama
dengan menggunakan isu sensitif seperti Sunni vs Syiah atau Arab vs Persia.
Dan pengaruh iran yang menjadikan organisasi
paramiliter sehebat kekuatan militer suatu negara adalah hal yang sangat mencekam
bagi mereka. Bayang-bayang kejatuhan mereka seperti revolusi yang terjadi di Mesir
dan Tunisia telah membuat mereka rela menjadi hamba AS, seperti kerbau yang
dicocor hidungnya kesana kemari. Ingat juga bagaimana Hizbullah di Lebanon telah
membuat Israel angkat kaki di Lebanon Selatan pada tahun 2000. Ingat pula
bagiamana Ansarullah Houthi di Yaman berhasil menumbangkan kekuasaan Mansour Hadi
hingga keluar dari Sanaa dan koalisi Arab Saudi beserta sekutunya bahkan sudah
lima tahun belum berhasil mengalahkan pasukan sarungan ini. Inilah sekelumit
persoalan yang membuat para pemimpin negara Arab teluk ini lebih mengupayakan
perdamaian dengan Israel daripada Iran walaupun konsekuensinya Palestina akan
semakin terabaikan.
Apa yang dilakukan ini para Raja Arab teluk ini
juga mematahkan tuduhan banyak orang bahwa sebetulnya yang menjadi sekutu Israel
di Timur Tengah itu adalah Iran dengan alasan bahwa Iran adalah negara yang
memiliki populasi yahudi cukup banyak. Di tulisan saya yang lainnya sudah
dijelaskan bahwa Yahudi sebagai agama adalah entitas yang berbeda dengan rezim
zionis sebagai sebuah negara illegal. Yahudi sebagai agama adalah sebuah keniscayaan
dan bahkan diabadikan sebagai salah satu agama samawi sehingga menolak Yahudi
sama saja menolak sejarah agama-agama samawi. Sedangkan rezim zionis adalah
sebuah negara ilegal yang dibuat dengan cara mendatangkan para imigran ilegal Eropa
dengan menggunakan narasi sesat Holocaust dan bangsa pilihan Tuhan. Simpel saja
bagi para pendukung rezim zionis ini, jika Holocaust adalah alasan mengapa Israel
dibuat maka seharusnya negara Eropa terutama Jerman lah yang harus menyediakan
beberapa lahannya untuk dijadikan tanah bagi bangsa Israel yang berpencar. Bukankah
yang membunuh dan membuat mereka terpencar itu adalah Hitler dengan Nazinya dan
bukan bangsa Arab. Ini adalah bantuk kesesatan logika yang nyata yaitu Post Hoc
Ergo Propter Hoc. Kesesatan logika ini adalah mencoba menghubungkan sesuatu
yang tidak berhubungan. Berpencarnya para kaum Yahudi sama sekali tidak ada
hubungannya dengan bangsa Arab maupun kaum muslim.
Jika alasan bangsa pilihan Tuhan, maka tidak akan
tercapai kedamaian di dunia ini. Bukankah ISIS dan Al Qaeda membuat keonaran di
Timur Tengah dan belahan bumi lainnya karena merasa bahwa merekalah yang paling
benar dan yang lain salah. Narasi kitab suci antara Zionis dan fundamentalis agama
ini menunjukkan bahwa mereka sebenarnya sama saja, sama-sama mabok agama dengan
menjadikan alasan agama untuk merampas, mengusir, dan membunuh pihak lain yang
tidak berada di golongannya. ISIS membunuh kaum Yezidi di Irak dan Zionisme
melakukan hal yang sama terhadap bangsa Palestina. Al Qaeda mencoba membuat negara
agama dan Zionis juga telah membuat seperti itu di tanah jajahannya. Selain itu
narasi sesat lainnya yang sering muncul adalah mengapa tidak menerima saja
resolusi 181 yang membagi wilayah itu menjadi wilayah Arab dan Yahudi. Narasi
ini coba disampaikan oleh seseorang yang selalu dalam tulisannya menyebut bahwa
ini seorang peneliti dan kerap “memaksa” agama keluar dari sains tetapi di
kesempatan lain ia juga tidak punya kapasitas yang mumpuni untuk berbicara
tentang persoalan Palestina karena kurang memahami sejarah yang sebenarnya.
Pembuatan resolusi ini bukanlah resolusi yang adil.
Sejak kekalahan Turki Ustmani, wilayah yang sekarang berada di bawah kekuasaan Zionis,
Palestina, dan Yordania ini disebut wilayah mandat Britania atas Palestina. Hal
ini berlangsung dari tahun 1920 hingga 1948. Sejarah ini juga mematahkan kebohongan
para Zionis fans club yang mengatakan dahulu tidak ada yang namanya Palestina. Justru
sejarah mencatat bahwa zionis Israel tidak memiliki acuan sejarah yang jelas. Itu
belum termasuk sebagian besar penduduk rezim Zionis ketika awal negara ini berdiri
bukanlah warga asli yang lahir disana. Di awal tulisan saya sudah sebutkan
bahwa mereka tidak lebih daripada imigran ilegal dari Eropa. Sebut saja salah
catu contohnya, Golda Meir yang menjadi perdana menteri keempat rezim Zionis
periode 1969 – 1974 adalah kelahiran Kiev, Ukraina dengan nama asli Golda
Mabovitch.
Terakhir apakah kita harus bersedih dengan langkah
beberapa pemimpin negara teluk ini dan memaklumi kejahatan pemimpin rezim Zionis
ini kepada bangsa Palestina. Tentu jawabannya tidak bahkan hingga badut Eropa
seperti Erdogan yang selalu memainkan dua kakinya di phak Israel dan pihak Palestina
ini juga berangsur tarik diri. Masih ada gerakan perlawanan Hizbullah di Lebanon,
Ansarullah Houthi di Yaman, pemerintahan Suriah di bawah kepemimpinan Bashar Al
Assad hingga Iran yang menjadi patron perlawanan kolonialisme Zionis di tanah Arab.
Kekalahan Arab di masa lampau terbukti tidak menyurutkan semangat Hizbullah
dalam memenangi peperangan melawan Israel di tahun 2000 dan 2006. Jika rezim despotik
negara teluk mau sadar diri dan bergabung dengan gerakan perlawanan, saya yakin
Israel hanya tinggal sejarah saja. Bukankah jika seluruh warga Arab kencing di
wliayah yang sekarang dicaplok Israel ini, tentu negara bintang daud ini akan
tenggelam dan menikmati air kencing tersebut.
Yang ingin saya tekankan adalah kejahatan rezim
zionis bukan hanya persoalan antar Palestina dan Zionis atau Islam dan Yahudi,
persoalan ini adalah persoalan kemanusiaan. Persoalan muncul karena ada sekelompok
penjajah yang merampas tanah dan mengusir penduduk aslinya. Sama dahulu yang
hendak dilakukan oleh Belanda terhadap wilayah di nusantara yang mereka jajah. Untunglah
para pendiri bangsa kita tidak memiliki sifat pengecut seperti para pemimpin Negara
arab teluk ini. Bahwa lebih baik mati syahid daripada hidup dibawa kekuasaan
penjajah.
Makassar, 21 September 2020
Comments
Post a Comment