Saya seperti melihat adanya
kemunduran proses dalam berdemokrasi di negara kita ketika kritikan terhadap
kinerja sebuah lembaga profesi berujung pada kriminalisasi. Kritikan Jerinx
yang juga seorang musisi kepada salah satu lembaga profesi mengenai fenomena Covid-19
ini sebenarnya adalah hal yang biasa dalam sebuah proses demokrasi. Seseorang
maupun sekelompok orang meragukan fenomena ini dan mengaitkannya dengan sebuah
konspirasi global tidak seharusnya dijawab dengan pelaporan kepada pihak
berwajib. Kewajiban tes rapid yang sempat menghebohkan karena biayanya yang
sangat tinggi adalah alasan logis mengapa banyak orang yang melihat bahwa pandemi
ini hanyalah sebuah konspirasi saja. Seperti ada gerakan untuk melakukan
komersialiasi tes rapid tersebut.
Itu belum termasuk di beberapa
kasus ibu yang hamil harus melakukan rapid tes terlebih dahulu sebelum
melahirkan. Dan jika reaktif maka harus dilakukan tes swab. Apakah rapid tes
dan swab itu ditanggung oleh negara. Jika tidak mengapa itu dimasukkan dalam protokol
kesehatan proses persalinan. Dan apakah proses rapid tes dan swab yang memakan
waktu lama ini tidak memungkinkan bayi akan meninggal karena tidak mendapatkan
pelayanan bersalin ketika terjadi kontraksi. Contoh yang terjadi di Jombang hingga
bayinya meninggal adalah bukti bahwa rapid tes dan swab selain bisa dijadikan
sebagai lahan bisnis baru, bisa juga menjadi penghambat kelancaran proses
persalinan.
Kritikan Jerinx ini harusnya
disikapi dengan bijaksana oleh para petinggi lembaga profesi tersebut. Bukankah
Jerinx adalah warga negara yang punya hak berserikat dan berkumpul untuk
menyampaikan pendapatnya secara lisan dan tulisan sesuai dengan UUD 1945 Pasal
28. Bukankah negara sudah menjamin itu semua sesuai dengan konstitusi yang
berlaku, bahwa menyatakan pendapat adalah salah satu hak paling mendasar dalam
sebuah negara demokrasi. Nafas demokrasi akan tersengal-sengal dan nantinya
akan mengalami gangguan ketika kritikan terhadap sebuah kebijakan berujung pada
kriminalisasi. Mengkiritik sebuah lembaga profesi dengan menyebutnya sebagai
kacung dari lembaga internasional adalah sebuah sebuah kritikan yang wajar saja
dalam dunia demokrasi. Di tengah tidak menentunya manfaat dan kebijakan tentang
rapid tes dan swab ini, maka kritikan terhadap sebuah lembaga profesi yang
bergerak di bidang itu adalah wajar. Rapid tes dan swab hingga saat ini bahkan belum
menunjukkan manfaat serius dalam menanggulangi pandemi ini. Yang justru terjadi
adalah ketidakjelasan nasib ibu yang hendak melahirkan seperti contoh di atas.
Selain itu terjadi juga efek kelesuan
ekonomi karena kebijakan ini semua. Perjalanan antar daerah yang harus
menyertakan keterangan rapid tes dengan biaya hingga 500an ribu membuat
mobilitas kerja penduduk terhambat bahkan cenderung terhenti. Jika memang
pemerintah dan yang berkepentingan di bidang ini mau menerapkan protokol kesehatan
yang konsisten dan berkeadilan, maka segala biaya yang terjadi karena
diakibatkan oleh pandemi ini harusnya ditanggung oleh pemerintah. Bukan malahan
dibebankan ke masyarakat biasa yang sudah mengalami kesulitan ekonomi.
Saya sendiri berbeda pandangan
dengan Jerinx mengenai eksistensi Covid-19 karena saya meyakini kebenaran virus
yang sudah menyebar ke seluruh dunia ini. Tetapi menjawab kritikan itu dengan
mengkriminalisasi adalah tindakan pembungkaman terhadap demokrasi dan itu
tandanya kita mengalami kemunduran. Saya berpendapat bahwa Covid-19 ini benar
adanya, tetapi tidak seheboh yang digembar-gemborkan oleh media. Jika Jerinx
secara radikal menganggap bahwa ini konspirasi, saya melihatnya lebih moderat dalam
kasus wabah ini. Saya tidak menutup mata atas kematian yang terjadi apalagi
jika yang meninggal adalah para tenaga kesahatan. Semoga mereka semua yang
bertugas dan meninggal dalam melawan Covid-19 mendapatkan tempat terbaik di
sisi-Nya. Fakta inilah yang saya tidak bisa kesampingkan bahwa wabah ini benar
adanya dengan dibuktikan beberapa tenaga medis yang menjadi garda terdepan ikut
gugur.
Walaupun begitu, gerakan radikal Jerinx
yang bahkan melakukan demonstrasi menolak rapid tes khususnya di daerah Bali
bukanlah tindakan kriminal yang harus dibungkam. Jika ia sering berkata kasar
termasuk menggunakan diksi kacung, bahasanya itu tidak sekasar dengan seseorang
yang menghina Presiden sebagai Simbol Negara dengan mengatainya dungu dan
bahkan itu berulang kali terjadi. Jangan hanya karena dia dilabeli seorang
filsuf maka aparat penegak hukum seperti takut dikuliahi sehingga tidak
memprosesnya. Jerinx juga bukan orang yang selalu menggunakan topeng agama
untuk kepentingan pribadinya. Ia tidak pernah menyerukan kekerasan dan persekusi
terhadap kelompok tertentu dengan sentimen agama seperti penceramah-penceramah
yang gemar menebar kebencian di setiap ceramahnya. Bahkan hingga kini para
penceramah itu aman-aman saja dan seperti tidak tersentuh hukum. Jerinx hanyalah
orang yang ikut menyuarakan kegelisahan rakyat kecil di tengah pandemi ini
dengan bahasa lain. Bahkan auto kritiknya dengan tidak menggunakan masker dan
melakukan perkumpulan, nyatanya hingga saat ini ia tidak terbukti positif Covid-19.
Apakah ini hanya kebetulan atau ada faktor lain. Ataukah penangkapan Jerinx
terkait juga dengan begitu gigihnya ia menolak reklamasi di Teluk Benoa.
Saya pertama kali berkenalan
dengan Jerinx lewat karyanya dalam sebuah lagu yang berjudul “sunset di tanah
anarki”. Lagunya sangat bagus dan bahkan menjadi salah satu lagu favorit saya
walaupun secara personal, Jerinx bukanlah figur idola saya. Tetap berjuang Jerinx
walapun kadang-kadang saya berbeda pendapat dengan anda, tetapi saya yakin
perjaungan yang anda lakukan masih dalam koridor kepentingan masyarakat Indonesia
terkhusu warga Bali karena Jerinx bukanlah aktivis partai politik maupun
pewaris kekuasaan dari figur tertentu seperti beberapa contoh di daerah
menjelang kontestasi Pilkada 2020. Jerinx, saya, dan semua warga negara berhak
menyuarakan pendapatnya baik lisan maupun tulisan termasuk dalam kasus pandemi Covid-19
ini. Bungkam kiritikan kami dengan karya nyata untuk bangsa, bukan dengan
kriminalisasi.
Makassar, 14 Agustus 2020
Wajar saja kritikan Jering tdk ada yg membahayakan instansi yg dikritik knp hrs dilaporkan polisi, semua rakyat sebetulnya keberatan dg rapid tes dan Swab hanya unt keperluan bepergian hrs membayar. Pemerintah meminta rakyat untuk melakukan kegiatan spt biasa tapi kalau bepergian hrs dg syarat ada rapid tes dan hrs membayar itu yg menghambat kegiatan masyarakat. Rakyat yg melakukan bisnis antara daerah jumlahnya jutaan orang pemerintah hrs mengkaji ulang aturan itu agar perekonomian bs berjalan normal. Kalau aturan memakai masker dan di cek temperatur tubuh disetiap mamasuki wilayah ya tdk masalah. Mohon dilepaskan Jering krn yg disuarakan sdh sesuai dg keinginannya rakyat.
ReplyDelete