Di tengah pandemi covid-19, saya mengamati ada
bermacam-macam pemikiran ataupun isme-isme dalam melihat sumber dan bagaimana
menangani virus ini. Saya awali dengan dengan pemikiran kaum agamis. Kaum agamis
yang saya maksud disini adalah mereka yang mengaitkan fenomena alam dengan “menggandeng”
Tuhan untuk melegitimasi pemikiran mereka. Dalam kasus covid-19 mereka berujar
jika ini adalah ujian dari Tuhan. Pertanyannya, sejak kapan mereka bisa
berkomunikasi dengan Tuhan sehingga mendapat bocoran jika ini adalah ujianNya. Mereka
ini sangat mirip kaum somadis dan fatalis. Bedanya jika kaum somadis awalnya
percaya jika virus ini adalah tentara Allah yang dikirim untuk menghukum
pemerintah komunis Cina yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat Uighur, walapun
belakangan kaum somadis akhirnya bertobat dari kesalahan berpikir seperti ini. Sedangkan
kaum fatalis ini adalah kaum yang salah dalam memahami agama. Ketika para ulama
sebagai representasi dari kaum yang mengerti agama, para dokter dan perawat
yang ahli di bidang kesehatan, dan pemerintah sebagai regulator sudah
menyerukan untuk tidak berkumpul bahkan termasuk alasan ibadah, mereka justru
menentangnya. Dengan propagandanya yang terkenal, jika mereka tidak takut sama
corona, tetapi hanya takut sama Allah. Pernyataan ini sangat fatal karena hanya
didasari pada nafsu beragama dan bukan ilmu.
Bagi darwinis atau para pengikut teori Darwin,
proses ini adalah proses seleksi alam. Alam sebagai pusat akan menyeleksi siapa
yang bisa bertahan di tengah pandemi ini. Pemikiran darwinis ini sangat mirip
dengan pemikiran kaum chauvinis. Bagi kaum chauvinis yang sangat membanggakan
ras tertentu, di pendemi covid-19 hanya ras unggul saja yang akan bertahan
hidup. Pemikiran lebih maju dikemukakan oleh para kaum rasionalis. Mereka menganggap
jika virus ini dapat dilawan dengan teknologi dan penerapan protokol yang
tepat. Kedua hal tersebut adalah instrumen yang paling tepat dalam menghadapi
wabah ini. Sedangkan bagi kaum nihilis mereka tentu berpikiran jika apapun yang
terjadi, ada atau tidaknya wabah maka kematian itu pasti datang. Memang benar
bahwa apapun yang terjadi kematian akan datang, tetapi apakah tidak ada usaha
untuk melawan pendemi ini. Mereka ini mirip kaum apatis hedonis yang tidak terlalu
terpengaruh dengan wabah ini. Mereka tetap saja riang dan gembira bahkan jika
perlu setiap hari main tik tok saja.
Kaum liberal di Amerika Serikat (AS) memiliki cara
pandang yang unik dalam melihat fenomena covid-19. Baginya setiap orang bebas
menentukan langkah apa yang harus dilakukan di tengah adanya pandemi seperti
ini. Mereka bahkan tetap melaksanakan pesta guy yang tentu dihadiri banyak orang.
Bagi mereka, kesenangan individu adalah yang terpenting karena itu adalah hak
asasi manusia. Di belahan bumi lain, negara komunis seperti Kuba dan Cina
justru menjadi yang terdepan dalam memerangi covid-19 secara global. Doktrin komunisme
justru mengajarkan untuk membantu negara lain yang terdampak covid-19 seperti
di Italia dan beberapa negara lainnya. Sehingga hantu komunis yang biasanya
menakutkan justru tidak terlihat di tengah wabah seperti ini.
Kaum marxis sendiri berpandangan jika proses produksi
yang dijalankan oleh para kapitalis inilah lah yang menyebabkan kemunculan
virus ini. Cina yang menjadi tempat awal berkembangnya virus ini secara sistem perekonomian
adalah negara yang menganut sistem kapitalisme. Dan bahkan virus ini mewabah
dengan ganasnya di negara-negara Eropa dan Amerika Utara yang menjadi kiblat
dari kapitalisme. Sebagai jawaban dari tuduhan kaum marxis, kaum kapitalis menyebutkan
jika mewabahnya virus ini justru terjadi karena kebiasaan kaum marxis yang suka
berkelompok seperti membuat serikat buruh. Dalam standar masyarakat kapitalis,
tidak ada hari pemodal dan yang ada hanyalah hari buruh. Dimana hari itu adalah
hari berkumpulnya para buruh dalam jumlah yang sangat banyak. Dan justru
kebiasaan kaum kapitalis yang suka menyelamatkan diri sendiri diadopsi dalam
langkah melawan penyebaran virus corona. Social dan physical distancing, PSBK
dan PSBB bukankah kebijakan yang sangat kapitalis individualistik. Apalagi jika
ditambah dengan tidak adanya kepedulian dari pemerintah untuk kaum miskin kota
di tengah penerapan kebijakan itu.
Kaum Oportunis tentu saja beranggapan apapun yang
terjadi bahkan dalam keadaan pandemi sekalipun, tentu ini bisa menjadi ladang bisnis
untuk mengeruk keuntungan. Masih ingat bagaimana ada sekelompok orang yang
menimbun masker dan sembako di tengah pendemi ini dan menjualnya kembali dengan
harga yang gila-gilaan. Bagi saya mereka adalah kaum oportunis sejati. Terlepas
apapun agama, suku, ras, dan afiliasi kelompoknya. Antitesa dari kelompok ini
adalah kaum altruis yaitu kaum yang akan memberikan perhatian kesejahteraan
kepada pihak lain tanpa memikirkan dirinya sendiri. Sehingga dalam kasus covid-19
ini tentu mereka berani berkorban untuk menghadapi virus ini demi orang lain. Kaum
anti kemapanan seperti kaum anarko pun tidak tinggal diam melihat fenomena
covid-19. Dalam sebuah rilis kepolisian, kaum anarko sindikalis melempar isu bahwa
dalam keadaan pandemi seperti ini ketika sudah krisis, saatnya membakar. Terlepas
dari laporan polisi ini benar atau tidak karena menjadikan buku Tan Malaka
sebagai barang bukti padahal kita ketahui sendiri bahwa beliau adalah bapak republik,
kaum anarko memang adalah mereka yang menolak segala bentuk pemerintahan dan
kekuasaan. Sedangkan bagi kaum dekonstruksionis, mereka mencoba melihat dari
sisi lain. Mereka beranggapan pasti ada hal-hal positif yang bisa diperoleh
dari virus ini.
Bagi kaum strukturalis kejadian pandemi covid-19 merupakan
akibat ulah kita semua. Artinya wabah ini tidak terjadi dengan sendirinya,
tetapi ada struktur yang terbangun dan berjalan hingga akhirnya virus ini
mewabah. Turunan dari kaum strukturalis ini adalah kaum konspiratif. Selalu ada
bahasa bahwa ada yang sengaja menciptakan wabah ini. Iran sebagai antitesa AS di
Timur Tengah dan Cina sebagai rival AS di perdagangan global, mereka sudah sepakat
jika AS berada di balik virus ini. Seperti juga dengan kepercayaan yang menyebutkan
jika virus ini merupakan senjata kaum kafir untuk menghancurkan islam. Walaupun
realitasnya justru AS yang terdampak paling parah dari pandemi ini. Pendapat
lain dikemukakan kaum fenomenologis yang beranggapan jika selalu ada makna di
balik semua ini.
Kelompok HTI dalam menjawab pandemi covid-19 selalu
mengatakan bahwa khilafah adalah solusinya. Mirip dengan kaum naturis yang
berpendapat kembali ke alam adalah solusinya. Ada juga kemiripan dengan Sama juga
dengan kaum wahabi yang begitu membanci mazhab syiah. Bagi wahabi apapun yang
terjadi, maka syiah lah yang bersalah termasuk dalam pandemi corona ini. Hal
itu mungkin saja makin diperkuat dengan kenyataan bahwa di awal-awal pandemi
ini, Iran menjadi negara terdampak covid-19 nomor 2 di bawah Cina. Walaupun sekarang
jumlah penderita covid-19 di Saudi Arabia sebagai pusat wahabi dan Turki dengan
Presiden Erdogan sebagai idola sebagian wahabi juga sudah sangat serius dampak
covid-19 di dua negara ini. Dan kelompok yang terakhir tentu adalah kelompok
pro dan kontra pemerintah. Bagi kelompok pro, pemerintah telah melakukan kerja
yang benar dalam menghadapi pandemi covid-19 ini. Sedangakan bagi yang kontra
dengan pemerintah apalagi yang masih sakit hati dua kali dikalahkan dalam pilpres,
apapun yang dilakukan pemerintah adalah salah.
Di kelompok manakah anda, atau ada kelompok lain di
luar kelompok yang saya sebutkan.
Comments
Post a Comment