FASISME DI TENGAH PSBB


Agak kaget tiba-tiba muncul di grup-grup Wa sebuah video yang memperlihatkan seorang aparat di sebuah kota menyampaikan larangan-larangan yang akan diberlakukan selama pandemi covid-19. Orang yang menyebarkan video ini mungkin mengira ini adalah penyampaian yang dilaukan oleh aparat di kota Makassar, makanya ia menyebarkan di grup alumni sekolah dan organisasi, grup perumahan, maupun di grup diskusi kota Makassar. Tetapi setelah saya telusuri dari logat bicaranya, ternyata bukan logat orang Makassar dan justru lebih ke logat orang di Indonesia Timur. Maka saya berasumsi jika kejadian ini bukan di wilayah kota Makassar dan sekitarnya, melainkan terjadi di daerah Indonesia Timur tepatnya di wilayah Papua.

Sebenarnya fokus tulisan saya ini bukan pada pembuktian video apakah aparat tersebut di Makassar atau di Papua maupun di tempat lain. fokus tulisan saya ingin lebih banyak berbicara mengenai konten yang disampaikan oleh aparat tersebut perihal apa saja yang dilarang selama pembatasan sosial di tengah pandemi covid-19. Ia menyampaikan bahwa segala aktivitas termasuk aktivitas olaharaga akan dilarang. Untuk saat ini mereka hanya dua orang melakukan sosialisasi di tempat itu, tetapi pada saat pelaksanaannya nanti akan lebih banyak aparat yang turun. Mulai dari gabungan TNI-Polri, Satpol PP dan aparat pemda. Kemudian ia menambahkan jika para aparat tersebut akan membawa rotan dan akan melakukan penindakan bagi yang melanggar.

Mungkin yang membuat aturan ini terinspirasi dari polisi India yang membawa rotan untuk memukul para warga yang masih berkeliaran di tengah kebijakan karantina negara tersebut. Tindakan pemukulan dengan rotan seperti ancaman yang dikatakan aparat tersebut, saya melihat itu adalah sebuah bentuk kesewenang-wenangan. Setahu saya dalam aturan yang diterbitkan oleh daerah yang menetapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) baik di Jakarta maupun beberapa daerah lainnya termasuk kota Makassar tidak ada disebutkan jika  penindakan terhadap pelanggar adalah dengan menggunakan rotan. Tindakan aparat Negara tanpa memiliki dasar aturan yang jelas adalah bentuk kesewenang-wenangan. Apalagi jika yang melakukan itu adalah apara yang dipersenjatai. Sudah cukup lama kita berada di bawah kendali rezim fasis orde baru yang menggunakan apara Negara bersenjata untuk melakukan tindakan kesewenang-wenangan. Masa kita harus kembali mengulangi masa kegelapan tersebut. Bukankah reformasi adalah antitesa dari rezim fasis tersebut.

Dalam Peraturan Walikota Makassar dengan Nomor 22 Tahun 2020 Pasal 2 Ayat 2 disebutkan bahwa PSBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk pembatasan aktivitas luar rumah yang dilakukan oleh setiap orang yang berdomisili dan/ atau berkegiatan di kota Makassar. Sementara di ayat 3 disebutkan jika ativitas PSBB yang dimaksud adalah sekolah dan insitusi pendidikan lainnya, aktivitas kerja, kegiatan keagamaan di rumah ibadah, kegiatan di tempat atau fasilitas umum, kegiatan sosial dan budaya, dan pergerakan orang dan barang dengan menggunakan moda transportasi. Sedangkan di pasal 3 disebutkan jika selama PSBB ketika beraktivitas di luar rumah wajib melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), menjaga jarak selama berinteraksi, dan menggunakan masker.

Di pasal 8 disebutkan pengecualian dari penghentian aktivitas kerja di kantor yaitu kantor instansi pemerintah, kantor perwakilan negara asing, BUMN yang terlibat aktif dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat selama pandemi covid-19, serta usaha di sektor kesehatan, pangan, energ, komunikasi dan informasi, keungan, logistik, perhotelan, konstruksi, industr strategis, pelayanan dasar, dan kebutuhan sehari-hari, serta ormas yang bergerak di bidang kebencanaan sosial. Penjelasan sanksi yang melanggar disebutkan di pasal 25 yaitu berupa pembubaran paksa orang yang berkumpul, menutup tempat usaha, memberhentikan kendaraan dan memaksa menurunkan penumpang, serta memberhentikan aktivitas warga yang tidak menggunakan masker di luar rumah.

Sebagai contoh perwali kota Makassar ini tidak ada satupun aturan yang membenarkan aparat yang terjun dalam pelaksanaan PSBB ini berhak memukul menggunakan rotan. Jadi ketika ada aparat negara yang seenaknya berbicara tanpa memiliki dasar aturan, maka sekali lagi saya katakan itu adalah bentuk dari kesewenang-wenangan yang keluaran dari tindakan ini tentu saja fasisme. Kesewenang-wenangan di tengah pandemi ini bukan hanya itu, contoh lain kejadian di perbatasan jalan masuk kabupaten Bantaeng provinsi Sulawesi Selatan juga tidak kalah latahnya dalam memahami aturan. Entah aturan dari mana ketika kabupaten Bantaeng belum menetapkan PSBB, aparat di daerah tersebut sudah melarang kendaraan dari luar untuk memasuki daerahnya. Aneh dan tentu saja menggelikan ketika aparat negara bertindak tidak berdasar hukum negara. Itu belum termasuk tindakan sewenang-wenang oknum pejabat publi di kabupaten Bekasi yang membubarkan paksa kegiatan ibadah di rumah umat kristiani. Bukankah memang itu anjuran pemerintah untuk melaksanakan ibadah di rumah.

Terkahir yang ingin saya sampaikan terkhusus untuk para aparat negara, anda ini digaji oleh negara yang sumbernya banyak dari pungutan pajak masyarakat. Bertindaklah secara profesional dan sesuai tupoksi anda masing-masing. Jangan kembalikan negara ini ke jurang fasisme yang tidak mengenal penghargaan untuk kebebasan dan nilai kemanusiaan. Cukup 32 tahun lamanya bangsa ini disekap dalam masker fasisme. Anda akan dihargai oleh masyarakat ketika sebagai aparat negara anda melakukan tindakan yang benar. Dan anda akan mendapat cibiran ketika anda bertindak tanpa dasar aturan yang jelas. Karena sama saja pajak yang diberikan oleh masyarakat akan mubazir untuk menggaji aparat negara yang tidak professional seperti anda.

Panaikang Makassar, 20 April 2020



Comments