Saya awali tulisan saya ini
dengan penekanan bahwa virus corona itu adalah benda yang tidak memiliki agama.
Ia tidak akan memilih pada siapa ia akan mengjangkiti, bisa umat yang beragama baik
umat islam atau umat beragama lainnya maupun umat yang tidak tertarik pada pemahaman
keagamaan. Kita bisa lihat bagaiaman virus ini menghantam dari negara dengan
penganut atheis yang banyak seperti China, negara dengan persentase penduduk
katholik yang banyak seperti Italia, hingga jantung umat islam di Timur Tengah
pun tak luput dari serangannya. Makanya agak lucu jika ada ungkapan yang
mengatakan mengapa virus corona menyerang negara seperti China karena sebagian
besar penduduk di negara tersebut tidak pernah melakukan wudhu. Jika kita
memakai argumentasi seperti ini, berarti mereka yang melakukan wudhu akan
terhindar dari virus corona. Apakah itu adalah pernyataan yang benar atau
sekadar pernyataan yang mengada-ada. Apakah ini hanyalah fantasi keagamaan
semata, ataukah ini adalah sebuah realitas yang terjadi. Dan faktanya bukan
hanya penduduk China atau penduduk negara lain yang tidak melakukan wudhu yang
terkena virus corona, bahkan penduduk negara muslim pun terkena virus corona. Jadi
apakah anda masih percaya jika virus corona hanya mati dengan melakukan wudhu.
Saya ingin menggaris bawahi bahwa
virus corona ini akan tunduk pada hukum materi. Yang saya maksud ia akan tunduk
pada hukum materi adalah bahwa benda ini adalah materi sehingga hukum untuk
melakukan pencegahan dan penaggulangannya tentu dengan hukum materi juga. Pencegahan
yang dilakukan untuk menaggulangi virus ini masuk ke tubuh kita bisa dengan
menggunakan masker, bisa juga dengan menggunakan sabun atau bahan kimia lainnya
yang yang efektif membunuh virus dan kuman, hingga melakukan penyemprotan
disinfektan untuk mematikan virus ini. Apakah ada saran atau sekadar himbauan
dari tim kesehatan jika wudhu bisa mematikan virus corona. Mungkin jika air
wudhunya ditambahkan alkohol, bisa jadi ia bisa mematikan virus corona.
Inilah jika dalam istilah agama
disebut sebagai “sunnatullah” atau ketetapan Allah. Jika anda pernah belajar
bagaimana perdebatan panjang soal takdir antara pemikiran jabbariah yang
menekankan pada determinisme takdir dengan pemikiran mutazilah yang melepaskan
kuasa Tuhan dari takdir. maka tentu akan mudah kita memahami apakah wudhu adalah
penawar dari virus corona ketika tidak faktor lain yang ditambahkan atau
bagaimana. Pada posisi ini kaum jabbariah akan menganggap benda apapun itu jika
Tuhan berkehendak untuk menjadikannya antitesa dari virus corona maka akan
terjadi sekalipun itu melawan ketetapanNya sendiri. Sedangkan kaum mutazilah
beranggapan jika virus ini akan mati ketika ada usaha manusia untuk melakukan
itu dengan menafikan kemahakuasaanya Tuhan. Mana yang kedua pemahaman ini
menunjukkan adanya rasionalitas tanpa menghilangkan sunnatullahNya.
Islam mengajarkan kita untuk
berpikir. Definisi berpikir adalah kerja akal yang tentu dilandasi oleh
rasionalitas. Sehingga suatu penyakit akan sembuh jika obat yang diberikan itu
sesuai. Dalam hal ini antitesa untuk virus corona tentu seperti anjuran yang
ditetapkan oleh mereka yang berkompeten di bidangnya. Pencegahan seperti
menggunakan masker, sabun, hingga disinfektan adalah protokol yang tentu harus
dilakukan karena itu adalah kaidah ilmiah yang telah ditetapkan. Pemikiran rasionalitas
ini tentu mematahkan klaim-klaim pemikir jabbariah. Bahkan lucunya mereka tetap
ngotot bergerombol dengan massa yang sangat banyak seperti shalat jumat
berjamaah di masjid ataupun pertemuan di tempat ibadah lainnya. Salah satu penyebab
mengapa virus ini juga berkembang sangat cepat di Korea Selatan dikarenakan
beberapa pendeta tetap memaksakan pertemuan di gereja di tengah mewabahnya
virus tersebut. Inilah bukti bahwa pemikiran jabbariah adalah pemikiran yang
keliru.
Bagiamana dengan klaim mutazilah
yang menafikan peran Tuhan dan murni ini adalah kejadian alam tanpa campur
tanganNya. Begini, kita sudah sepakat bahwa beragama haruslah rasional, artinya
penanggulangan virus corona haruslah sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang
telah ditetapkan. Jadi ketetapan itu harus sesuai antara sebab dengan akibat
dan begitulah juga dengan ketetapan Tuhan. Usaha apapun yang dilakukan oleh
manusia, tentu akibat yang dihasilkan akan sesuai dengan ketetapn Tuhan. Ketika
kita menjatuhkan benda yang ada di tangan, maka benda itupun akan jatuh ke
bawah. Ketika anda bermain air tentu akan basah, ketika anda berjalan tentu akan
mengalami perpindahan tempat, dan masih banyak contoh-contoh rasional lainnya
yang menunjukkan bahwa tidak akan terjadi suatu akibat jika tidak sesuai dengan
sebabnya. Sama dengan upaya pencegahan dan penanggulan virus corona. Ketetapan Tuhan
adalah jika anda bercampur dengan mereka yang positif virus corona dan anda
terkena bersinnya atau anda memegang benda yang ia sudah pegang di saat virus
itu masih menempel, maka akibatnya anda akan tertular. Beda jika anda hanya
berdiam diri di rumah, tentu potensi penularan akan sangat minimal. Jadi apapun
yang terjadi tentu itu adalah kuasa Tuhan dan juga merupakan kejadian yang tidak
terlepas dari sebab-sebabnya. Karena jika itu tidak terjadi bahkan bertolak
belakaang, maka tentu Tuhan tidak akan adil.
Kembali ke persoalan wudhu yang
bisa memproteksi virus corona, bahwa penggunaan agama yang tidak disertai
dengan akal akan menghasilkan pemahaman dangkal seperti ini. Ia punya kesadaran
tetapi hanya pada tahap kesadaran mistis. Ia mencoba mengaitkan sesatu yang
tidak memiliki basis pengetahuan jelas dengan mendompleng agama. Ia mungkin
lupa jika suatu perkara harus diserahkan kepada ahlinya. Maka ketika berbicara
soal virus corona yang tentu adalah tupoksi dari dunia medis, maka seharusnya
pencegahan dan penanganan harus mematuhi protokol yang ditetapkan oleh mereka
yang berkompeten di dunia kesehatan ataupun mereka yang terkait dengan masalah ini
seperti pemerintah maupun pimpinan lembaga keagamaan. Protokol dari pemerintah pun
sudah sangat jelas demi kemaslahatan bersama. Mengapa jumlah kematian warga Singapura
hingga tanggal 20 Maret 2020 adalah 0 padahal negara mereka terlebih dahulu
mengumumkan terkena wabah virus corona, dikarenakan mereka betul-betul
melaksanakan protokol yang ditetapkan oleh pemerintahnya. Berbeda dengan di negara
kita yang tidak memiliki kepatuhan pada protokol kesehatan yang telah
ditetapkan padahal itu untuk kebaikan kita semua.
Comments
Post a Comment