MENCOBA MEMBUAT KASTA TERSELUBUNG
DALAM ISLAM
Dahulu, islam datang sebagai
jawaban atas merajalelanya perbudakan di tanah Arab. Perbudakan ini ditandai
dengan seseorang yang punya status berada dalam kuasa orang lain termasuk
keturunannya sampai ada yang menebusnya. Perbudakan ini merupakan sistem yang
sangat kontradiksi dengan fitrah manusia yang terlahir dengan kebebasan tanpa
menjadi hamba orang lain. Tetapi berkat perjuangan Nabi Muhammad SAW, perlahan
tapi pasti perbudakan di tanah Arab berangsur-angsur dihapuskan oleh islam yang
dibawa oleh beliau. Penolakan dan penghapusan perbudakan oleh islam
mengkonfirmasi bahwa islam tidak mengenal sistem kasta. Islam tidak mengenal
adanya superioritas seseorang ataupun sekelompok orang terhadap lainnya hingga
merenggut kemerdekaannya. Islam tidak mengenal adanya kedudukan seseorang lebih
tinggi daripada yang lainnya hanya dikarenakan ia keturunan Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT bahwa yang membedakan manusia satu dengan
lainnya adalah ketakwaannya :
“… Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS 49:13)
Bahkan ketika Nabi Ibrahim AS
yang merupakan kakek keturunan langsung dari agama samawi (Yahudi, Kristen, dan
Islam) berdoa kepada Allah SWT untuk meminta keturunanya menjadi pemimpin. Maka
Allah SWT menjawab doa tersebut dan berfirman bahwa akan dikabulkan kecuali
keturunanya yang zalim :
“ Dan tatkala Tuhan menguji
Ibrahim dengan beberapa perintah yang ia penuhi, Ia berfirman: Sesungguhnya Aku
akan membuat engkau menjadi pemimpin bagi manusia, (Ibrahim) berkata Dan pula
dari keturunanku? Ia berfirman: Janjiku tak mencakup orang-orang lalim” (QS
2:124)
Dua ayat ini menjelaskan bahwa
status seseorang yang merupakan keturunan Nabi termasuk keturunan Nabi Muhammad
SAW yang di Indonesia familiar disebut habib bukanlah jaminan bahwa ia
merupakan manusia pilihan. Bukan pula jaminan bahwa apa yang dikatakannya benar
dan tidak boleh dibantah. Bukan juga jaminan bahwa segala tingkah lakunya benar
dan dapat dibenarkan. Karena sesungguhnya ia hanya “beruntung” dari segi
keturunan dikarenakan adanya darah Nabi Muhammad SAW yang mengalir di dalam
tubuhnya tetapi seperti firman Allah SWT tentang doa Nabi Ibrahim AS bahwa
keturunannya akan dijadikan pemimpin kecuali yang zalim. Memang benar ada perintah
untuk mencintai keturunan Nabi Muhammad SAW seperti yang diperintahkan oleh
Allah SWT di surah :
“… Aku tidak meminta kepadamu
suatu upah pun atas seruanku ini kecuali kecintaan kepada keluargaku … " (QS 46: 23)
Tetapi sekali lagi kecintaan yang
diberikan tidak selayaknya diberikan kepada keturunan yang berbuat zalim. Kita
tetap menghormati keturunannya karena darah suci Nabi Ibrahim AS dan Muhammad
SAW mengalir di dalam tubuhnya, tetapi ketika ia berbuat zalim terhadap orang
lain apalagi sesama muslim maka darah itu sudah berubah menjadi kotor. Ia kotor
karena kezaliman yang dilakukannya. Jadi tidak ada istilah membela habib secara
membabi buta tanpa melakukan seleksi. Jelas mana habib yang perlu dibela dan
mana habib yang secara substansi telah melepaskan status habibnya sendiri.
Islam tidak mengenal kasta
sehingga walaupun ia habib, ketika ia berkata kasar hingga mencaci seperti menjelek-jelekkan
pemimpin negara dengan kata “banci” dan “goblok” adalah kezaliman yang jelas.
Menyombongkan diri bahkan tidak mau meminta maaf semakin memperjelas bahwa ia
tidak bisa menjadi pelanjut garis perjuangan Nabi Ibrahim AS dan Muhammad SAW
yang menyampaikan ajaran dengan santun dan tanpa caci maki serta hinaan.
Nabi Muhammad SAW mencontohkan
akhlak yang sangat indah ketika beliau berhadapan dengan seorang yahudi yang
selalu melemparinya kotoran. Suatu ketika si yahudi ini tidak melempari kotoran
Nabi Muhammad SAW seperti biasanya sehingga beliau lalu mencari informasi
tentang si yahudi itu dan ternyata dia lagi sakit. Nabi Muhammad SAW ketika
menemui si yahudi itu bukan melakukan tindakan balas dendam, beliau bahkan
menjadi orang pertama yang menjenguknya dan tentunya kunjungan itu dilakukannya
dengan sangat ramah. Karena kebaikan akhlak belaiu, si yahudi ini akhirnya
memeluk islam tanpa balas dendam, tanpa hinaan, dan tanpa cacian.
Sehingga sangat mengherankan jika
ada yang mengaku sebagai habib, tetapi mulutnya penuh dengan caci maki dan
sumpah serapah. Saya tidak tahu mereka belajar dari mana karena Nabi Muhammad SAW
tidak pernah mengajarkan yang demikian. Mungkin saja mereka belajar dari Abu
Lahab yang juga merupakan keturunan Nabi Ibrahim AS tetapi sifatnya zalim,
penuh benci, dan sumpah serapah. Sehingga pantas saja ada yang beranggapan,
mungkin mereka itu penumpang gelap habib karena darah Nabi Muhammad SAW yang
mengalir di tubuhnya sudah tercemar oleh kebencian dan hasad. Islam tidak
mengenal kasta sehingga walaupun anda bergelar habib dan melakukan kezaliman
terhadap orang lain, anda tetap salah dan itu bukan ajaran islam.
Comments
Post a Comment